Selasa, 07 Juni 2011

Kesulitan Belajar

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Sebagai seorang guru yang sehari-hari mengajar di sekolah, tentunya tidak jarang harus menangani anak-anak yang mengalami kesulitan dalam belajar. Hal ini terkadang membuat guru menjadi frustasi memikirkan bagaimana menghadapi anak-anak seperti ini. Demikian juga para orang tua yang memiliki anak yang mempunyai kesulitan dalam belajar.
Akan tetapi yang lebih menyedihkan adalah perlakuan yang diterima anak yang mengalami kesulitan belajar dari orang tua dan guru yang tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, sehingga mereka memberikan cap kepada anak mereka sebagai anak yang bodoh, tolol, ataupun gagal.
Dalam makalah ini, kita akan mendapati apa sebenarnya yang dimaksud masalah kesulitan belajar, faktor apa yang menjadi penyebabnya, serta metode yang dapat digunakan untuk membantu anak yang mengalami kesulitan dalam belajar.

  1. Rumusan Masalah
1.      Definisi kesulitan belajar
2.      Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
3.      Usaha mengatasi kesulitan belajar

  1. Tujuan
1.      Mengetahui definisi kesulitan belajar
2.      Mengetahui faktor-faktor penyebab kesulitan belajar
3.      Mengetahui usaha dalam mengatasi kesulitan belajar

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Kesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak. Kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa sangat sulit. Dalam semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Demikian keadaan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar.
Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan individual inilah yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. “Dalam keadaan di mana anak didik/siswa tidak dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut dengan kesulitan belajar”.[1]
Kesulitan belajar merupakan kekurangan yang tidak nampak secara lahiriah. Ketidakmampuan dalam belajar tidak dapat dikenali dalam wujud fisik yang berbeda dengan orang yang tidak mengalami masalah kesulitan belajar. Kesulitan belajar ini tidak selalu disebabkan karena faktor inteligensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non-inteligensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu dalam mencapai hasil belajar.
Macam-macam kesulitan belajar ini dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu sebagai berikut: dilihat dari jenis kesulitan belajar, ada yang berat ada yang sedang. Dilihat dari bidang studi yang dipelajari, ada yang sebagian bidang studi ada yang keseluruhan bidang studi. Dilihat dari sifat kesulitannya, ada yang sifatnya permanen (menetap) dan ada yang sifatnya hanya sementara. Dilihat dari segi faktor penyebabnya, ada yang karena faktor inteligensi dan ada yang karena faktor bukan inteligensi.[2]

B.     Faktor Penyebab Kesulitan Belajar
Problem kesulitan belajar, tentunya disebabkan oleh berbagai faktor. Untuk memberikan bantuan dalam mengatasi kesulitan belajar yang dialami oleh anak didik, tentunya kita harus mengetahui lebih dulu apa saja faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar dapat digolongkan kedalam dua golongan, yaitu :
1.      Faktor intern (faktor dari dalam anak itu sendiri) yang meliputi:
a.       Faktor fisiologis
Faktor fisiologi adalah faktor fisik dari anak itu sendiri. Seorang anak yang sedang sakit, tentunya akan mengalami kelemahan secara fisik, karena saraf sensoris dan motorisnya lemah sehingga proses menerima pelajaran, memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Kemudian karena kurang sehat, anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, dan konsentrasinya hilang. Sehingga penerimaan respon tidak maksimal. Selain itu, faktor fisiologis yang perlu kita perhatikan karena dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah cacat tubuh, yang dapat kita bagi lagi menjadi cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu, dan lain sebagainya.
b.      Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah berbagai hal yang berkenaan dengan perilaku yang ada dan dibutuhkan dalam belajar. Sebagaimana kita ketahui bahwa belajar tentunya memerlukan sebuah kesiapan, ketenangan, rasa aman. Selain itu yang juga termasuk dalam faktor psikologis ini adalah inteligensi yang dimiliki oleh anak. Anak yang memiliki IQ cerdas (110-140), atau genius (lebih dari 140) memiliki potensi untuk memahami pelajaran dengan cepat. Sedangkan anak-anak yang tergolong sedang (90-110) tentunya tidak terlalu mengalami masalah walaupun juga pencapaiannya tidak terlalu tinggi. Sedangkan anak yang memiliki IQ di bawah 90 atau bahkan di bawah 60 tentunya memiliki potensi mengalami kesulitan dalam masalah belajar. Untuk itu maka orang tua serta guru perlu mengetahui tingkat IQ yang dimiliki anak atau anak didiknya.
Selain IQ, faktor psikologis yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah bakat. Bakat adalah potensi/kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir, setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda.
Kemudian minat, tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan menimbulkan kesulitan belajar. Mengapa? Karena dengan tidak adanya minat, pelajaran pun tidak pernah terjadi prosesnya dalam otak. Ada tidaknya minat, dapat kita ketahui dari cara anak mengikuti pelajaran.
Selain IQ dan minat juga ada motivasi. Motivasi sebagai faktor inner (batin) berfungsi menimbulkan, mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan. Sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya.
Selain itu faktor kesehatan mental. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan akan menimbulkan hasil belajar yang baik.
Dan yang tidak kalah penting juga adalah tipe anak dalam belajar. Ada tipe visual, motoris dan campuran. Seorang yang bertipe visual akan cepat mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan, grafik, gambar, dan sebagainya. Anak yang bertipe auditif mudah mempelajari bahan yang disajikan dalam bentuk-bentuk suara (ceramah). Individu yang bertipe motorik, mudah mempelajari bahan yang berupa tulisan-tulisan, gerakan-gerakan, dan sulit mempelajari bahan yang berupa suara dan penglihatan.[3]
2.      Faktor ekstern (faktor dari luar anak) meliputi :
a.       Faktor-faktor sosial
Yaitu faktor-faktor seperti cara mendidik anak oleh orang tua mereka di rumah. Anak-anak yang tidak mendapatkan perhatian yang cukup tentunya akan berbeda dengan anak-anak yang mendapatkan perhatian, atau anak yang terlalu diberikan perhatian. Selain itu juga bagaimana hubungan orang tua dengan anak, apakah harmonis, atau jarang bretemu, atau bahkan terpisah. Selain itu ada media massa, lingkungan tetangga, teman bergaul, aktivitas dalam masyarakat. Hal ini tentunya juga memberikan pengaruh pada kebiasaan belajar anak.
b.      Faktor-faktor non-sosial
Faktor-faktor non-sosial yang dapat menjadi penyebab munculnya masalah kesulitan belajar adalah faktor guru di sekolah, kemudian alat-alat pembelajaran, kondisi tempat belajar, serta kurikulum.

C.    Usaha mengatasi kesulitan belajar
Dalam mengatasi kesulitan belajar, tidak dapat dipisahkan dari faktor-faktor kesulitan belajar sebagaimana yang telah diuraikan. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab adalah menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui enam tahap yaitu:
  1. Pengumpulan Data
Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar,diperlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi tersebut, maka perlu diadakan suatu pengamatan langsung yang disebut dengan pengumpulan data. Menurut Sam Isbani dan R. Isbani, dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai metode, di antaranya adalah Observasi, Kunjungan Rumah, Case Study, Case History, Daftar Pribadi, Meneliti Pekerjaan Anak, Tugas Kelompok, dan Melaksanakan Tes (baik tes IQ maupun Tes Prestasi/Achievement Test).
Dalam pelaksanaannya, metode-metode tersebut tidak harus semuanya digunakan secara bersama-sama akan tetapi tergantung pada masalahnya, kompleks atau tidak. Semakin rumit masalahnya maka kemungkinan akan semakin banyak metode yang digunakan. Dan sebaliknya. Data yang terkumpul dari berbagai metode yang kita gunakan, akan sangat bermanfaat dalam rangka kegiatan pada langkah selanjutnya.
  1. Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul, tidak akan berarti apa-apa jika tidak dilakukan pengilahan secara cermat. Dalam pengolahan data, langkah yang dapat ditempuh antara lain adalah Mengidentifikasi kasus, Membandingkan antar kasus, Membandingkan dengan hasil tes, dan Menarik kesimpulan.
  1. Diagnosa
Diagnosa adalah keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosa ini dapat berupa hal-hal sebagai berikut, Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak (berat dan ringannya). Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar dan sebagainya.
Dalam rangka diagnosa ini biasanya diperlukan berbagai bantuan tenaga ahli, misalnya:
·         Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
·         Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
·         Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
·         Social worker, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak.
·         Ortopedagogik, untuk mengetahui kelainan-kelainan yang ada pada anak.
·         Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
·         Orangtua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah, dll.
  1. Prognosa
Prognosa artinya: “ ramalan ”. Dalam “Prognosa” ini antara lain akan ditetapkan mengenai bentuk “treatment” (perlakuan) sebagai follow up dari dari diagnosa. Dalam hal ini dapat berupa Bentuk treatment yang harus diberikan, Bahan/materi yang diperlukan, Metode yang akan dipergunakan, Alat-alat bantu belajar mengajar yang diperlukan, Waktu ( kapan kegiatan itu dilaksanakan). Pendek kata, Prognosa adalah merupakan aktivitas penyusunan rencana/program yang diharapkan dapat membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak.
  1. Treatment (perlakuan)
Perlakuan di sini maksudnya adalah pemberian bantuan kepada anak yang bersangkutan (yang mengalami kesulitan belajar) sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosa tersebut. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan, adalah Melalui bimbingan belajar kelompok, Melalui bimbingan belajar individual, Melalui pengajaran remedial dalam beberapa bidang studi tertentu, Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis, Melalui bimbingan orang tua, dan pengatasan kasus sampingan yang mungkin ada.
  1. Evaluasi
Evaluasi di sini dimaksudkan untuk mengetahui, apakah treatment yang telah diberikan di atas berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan, atau bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatmen yang diterapkan tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali ke belakang, faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatmen tersebut.
            Alat yang digunakan untuk evaluasi ini dapat berupa Tes Prestasi belajar (Achievement Test). Untuk mengadakan pengecekan kembali atas hasil treatment yang kurang berhasil, maka secara teorotis langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah Re Ceking data (baik pengumpulan maupun pengolahan data). Re Diagnosa, Re Prognosa, Re Treatment, dan Re Evaluasi.
v  Beberapa kesulitan dalam belajar dan cara mengatasinya
1)      Keterlambatan membaca (disleksia)
Anak yang memiliki keterlambatan kemampuan membaca, mengalami kesulitan dalam mengartikan atau mengenali struktur kata-kata atau memahaminya. Cepat melupakan apa yang telah dibacanya.
Beberapa kesulitan bagi anak-anak penderita disleksia adalah sebagai berikut :
a)      Membaca dengan sangat lambat dan dengan enggan.
b)      Menyusuri teks pada halaman buku dengan menggunakan jari telunjuk.
c)      Mengabaikan suku kata, kata-kata, frase, atau bahkan baris teks.
d)     Menambahkan kata-kata atau frase yang tidak ada dalam teks.
e)      Membalik urutan huruf atau suku kata dalam sebuah kata.
f)       Salah dalam melafalkan kata-kata, termasuk kata-kata yang sudah dikenal.
g)      Mengganti satu kata dengan kata lain, meskipun kata yang digantikan tidak mempunyai arti dalam konteksnya.
h)      Menyusun kata-kata yang tidak mempunyai arti.
i)        Mengabaikan tanda baca.
Cara yang paling sederhana, paling efektif untuk membantu anak-anak penderita disleksia belajar dengan mengajar mereka membaca dengan metode phonic. Idealnya anak-anak akan mempelajari phonic di sekolah bersama guru, dan juga meluangkan waktu untuk berlatih phonic di rumah bersama orang tua mereka.
Metode phonic ini telah terbukti berpengaruh terhadap peningkatan kemampuan anak dalam membaca (Gittelment & Feingold, 1983). Metode phonic ini merupakan metode yang digunakan untuk mengajarkan anak yang mengalami problem disleksia agar dapat membaca melalui bunyi yang dihasilkan oleh mulut. Metode ini dapat sudah dikemas dalam bentuk yang beraneka ragam, baik buku, maupun software.
2)      Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
Disgraphya ini berbeda dengan tulisan tangan yang jelek. Tulisan tangan yang jelek biasanya tetap dapat terbaca oleh penulisnya, dan juga dilakukan dalam waktu yang relatif sama dengan yang menulis dengan bagus. Akan tetapi untuk dysgraphia, anak membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menulis.
Untuk mengatasi problem dysgraphia ini, sangatlah baik apabila kita belajar dari sebuah kasus anak yang mengalami dysgraphia. Sebagian ahli merasa bahwa pendekatan yang terbaik untuk dysgraphia adalah dengan jalan mengambil jalan pintas atas problem tersebut, yaitu dengan menggunakan teknologi untuk memberikan kesempatan pada anak mengerjakan pekerjaan sekolah tanpa harus bersusah payah menulis dengan tangannya.
Ada dua bagian dalam pendekatan ini. Anak-anak menulis karena dua alasan : pertama untuk menangkap informasi yang mereka butuhkan untuk belajar (dengan menulis catatan) dan kedua untuk menunjukkan pengetahuan mereka tentang suatu mata pelajaran (tes-tes menulis).
3)      Problem Kesulitan Menghitung (Dyscalculia)
Istilah ‘dyscalculia’, biasanya mengacu pada pada suatu problem khusus dalam menghitung, atau melakukan operasi aritmatika, yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.
Anak yang mengalami problem dyscalculia merupakan anak yang memiliki masalah pada kemampuan menghitung. Anak tersebut tentunya belum tentu anak yang bodoh dalam hal yang lain, hanya saja ia mengalami masalah dengan kemampuan menghitungnya.
Seperti halnya problem kesulitan menulis dan membaca, ada dua pendekatan yang mungkin : kita dapat menawarkan beberapa bentuk penganganan matematika yang intensif, atau dengan mengambil jalan pintas untuk mengatasi problem kesulitan menghitung.
Pendekatan pertama, yaitu penanganan matematika yang intensif, dapat kita lakukan dengan teknik “individualisasi yang dibantu tim”. Pendekatan ini menggunakan pengajaran secara privat dengan teman sebaya (peer tutoring). Pendekatan ini mendasari tekniknya pada pemahaman bahwa kecepatan belajar seorang anak berbeda-beda, sehingga ada anak yang cepat menangkap, dan ada juga yang lama. Teknik ini mendorong anak yang cepat menangkap materi pelajaran agar mengajarkannya pada temannya yang lain yang mengalami problem dyscalculia tersebut.
Pendekatan kedua, yaitu jalan pintas, diberikan kalkulator untuk menghitung, hal ini sederhana karena anak dengan problem dyscalculia tidka memiliki masalah dengan kaitan antara angka, akan tetapi lebih kepada menghitung angka-angka tersebut.


BAB III
PENUTUP
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, walaupun mungkin saja kemampuan yang dimiliki berbeda satu dengan yang lainnya. pada tingkat pendidikan dasar berbagai kemampuan tersebut masih memiliki relasi yang kuat, membaca, menulis, serta berhitung.
Masalah yang mungkin ada pada pada salah satu kemampuan tersebut dapat menggangu kemampuan yang lain. Dengan demikian apa yang kita sering lakukan baik sebagai seorang orang tua, ataupun seorang guru dengan mengatakan seorang anak yang mendapatkan nilai yang rendah merupakan anak yang bodoh dan gagal perlu menjadi perhatian kita. Karena sebagaimana kita ketahui bahwa mungkin saja anak hanya mengalami gangguan pada salah satu kemampuan tadi, dan ia tidak tahu bagaimana mengatasi masalah tersebut.
Untuk itu, yang terpenting bagi kita adalah dapat menelaah dengan baik perkembangan anak kita. Diagnosis terhadap permasalahan sesungguhnya yang dialami anak mutlak harus dilakukan. Dengan demikian kita akan mengetahui kesulitan belajar apa yang dialami anak, sehingga kita dapat menentukan alternatif pilihan bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Widodo, Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Wood, Derek et al. Penerjemah Taniputra. 2005. Kiat Mengatasi Gangguan Belajar (Terjemahan). Yogyakarta : Kata Hati.





[1] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar,(Jakarta : Rineka Cipta,2004),77.
[2] Ibid,78
[3] Ibid., Hal.,84-85.