A.
PERADABAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR
AS-SHIDDIQ
1.
Biografi Abu Bakar As-Shiddiq (11-13
H/632-634 M)
Abu Bakar, nama
lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam bernama
Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah
seorang sahabat yang utama. Julukannya adalah Abu Bakar (Bapak Pemagi) karena
dari pagi-pagi betul (Orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelarnya
Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam
berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.[1]
Abu Bakar
dilahirkan pada tahun 573 M. Dilahirkan pada lingkungan yang berpengaruh dan
melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Abu Quhaffah bin Utsman.
Sedangkan Ibunya bernam Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr.[2]
Abu Bakar
terkenal sebagai seorang yang berprilaku terpuji dan terkenal sebagai seorang
yang menjaga kehormatan diri. Dia tidak pernah minum arak yang sangat membudaya
pada zaman Jahiliyah. Dia terkenal sebagai orang yang bergegas meninggalkan
dunia dagang untuk memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiyah bersama
Rasulullah. Iman Abu Bakar kepada Rasulullah sangat kuat, mengingat dia adalah
sahabat beliau sejak kecil. Dialah sahabat yang menemani Nabi Muhammad hijrah
ke Madinah bersembunyi di suatu gua di bukit tsur dan dialah yang di maksud
dalam firman Allah:[3]
wÎ) çnrãÝÁZs? ôs)sù çnt|ÁtR ª!$# øÎ) çmy_t÷zr& tûïÏ%©!$# (#rãxÿ2 ÎT$rO Èû÷üoYøO$# øÎ) $yJèd Îû Í$tóø9$# øÎ) ãAqà)t ¾ÏmÎ7Ås»|ÁÏ9 w ÷btøtrB cÎ) ©!$# $oYyètB ( .....
“Jikalau kamu
tidak menolongnya maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, ketika orang-orang
kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkan-nya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: Janganlah kamu
berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.”[4]
Maksudnya yakni ketika orang-orang
kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi saw, Maka Allah swt. memberitahukan
maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi saw. karena itu maka beliau
keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah
beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur.[5]
Ketika Rasulullah menetap di Madinah, Abu
Bakar adalah tangan kanan beliau. Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang
telah berbagi suka dan duka bersama Rasulullah. Dia telah berbagi rasa bersama
beliau dalam merasakan derita pahitnya hidup termasuk dalam menikmati manisnya
kemenangan dan keberuntungan. Dia adalah seorang sahabat setia yang selalu ada
bersama beliau laksana bayang-bayang yang tak pernah terpisahkan dari si
empunya bayang-bayang.[6]
2.
Pembaiatan Abu Bakar
Rasulullah tidak meninggalkan pesan
kepada seorang juga dari para sahabatnya tentang siapa yang menjadi pemimpin
atau memimpin kaum muslimin sepeninggalnya. Beliau membiarkan masalah
kepemimpinan kaum muslimin berdasarkan hasil musyawarah di antara mereka
sendiri.
Ketika berita wafat Rasulullah tersiar,
berkumpullah kaum anshar di rumah bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud
hendak membai’at seseorang dari kaum anshar, yakni Sa’ad bin ubadah seorang
peminpin kaum khajraj, untuk menjabat khalifah. Kemudian sekelompok dari kaum
muhajirin mendatangi mereka. Dalam pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa
sengit antara kelompok anshar dan muhajirin. Kalau saja Abu Bakar tidak bangkit
untuk berpidato seranya mengemukakan argumentasi kepada mereka bahwa urusan
khilafah adalah hak kaum quraisy dan permasalahan bangsa arab tidak akan
berjalan dengan mulus kecuali bila kepemimpinan dijabat oleh orang-orang
quraisy, niscaya sengketa di antara dua kelompok tersebut akan berbuah
kerusuhan. Seperti dalam sabda Nabi saw. Yakni ( اَلْاَ
ئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ ).
Hadis tentang kepemimpinan dari Quraisy dapat ditemukan dalam kitab hadis
yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam
Ahmad bin Hanbal. Salah satu hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Imam
Ahmad bin Hanbal sebagai berikut :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ
حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَهْلِ أَبِي الْأَسَدِ عَنْ بُكَيْرٍ الْجَزَرِيِّ عَنْ
أَنَسٍ قَالَ كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ
مِنْ قُرَيْشٍ وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا
رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ
ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.
“Waki’menceritakan kepada kami
(berkata) al-A’masy menceritakan kepada kami (yang berasal) dari Sahl Abi
al-Asad (yang bersumber) dari Bukair al-Jazari (yang berasal) dari anas berkata
: Kami (ketika) berada di rumah salah seorang sahabat Anshar, Nabi saw datang
hingga berhenti kemudian memegang tiang pintu lalu bersabda :”Para imam
(pemimpin) adalah dari Quraisy, Mereka memiliki hak atas kamu, dan kamu
memiliki hal yang sama. Ketika kamu minta belas kasih mereka memberi belas
kasih. Ketika mereka memerintah, mereka adil, dan ketika mereka berjanji, mereka
menetapi. Barang siapa dari mereka yang tidak berbuat demikian maka laknat
Allah dan Malaikat dan seluruh menusia untuk dia.”
Dalam pidato tersebut Abu Bakar
mengingatkan kaum anshar bahwa bila kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari
suku Aus, niscaya orang-orang khazraj akan bersaing, dan sebaliknya bila
kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari suku khazraj, niscaya orang-orang Aus
akan bersaing. Ketika kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang
terjadi di antara mereka pada zaman jahiliyah dahulu, kemudian mereka sadar dan
mau menerima pendapat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mencalonkan kepada mereka Umar
atau Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah. Tetapi Umar merasa khawatir bila ia membiarkan
masyarakat dalam suasana agak memanas sehingga apa yang dikemukakan Abu Bakar
akan kehilangan jejaknya dengan sia-sia. Maka bangkitlah Umar menuju Abu Bakar
lalu membai’atnya sebagai khalifah, seraya berkata kepadanya: bukankah Nabi
telah menyuruhmu, wahai Abu Bakar agar mengimami kaum muslimin dalam shalat?
Engkaulah khalifah pengganti dan penerus beliau; kami membaiatmu sehingga kami
berarti membai’at sebaik-baik orang yang paling dicintai Rasulullah dari kami
semua. Umar dan Abu ubaidah membaiat Abu Bakar setelahnya terlebih dahulu
basyir bin sa’ad membaiatnya. Setelah itu, kemudian kaum muhajirin dan kaum
anshar berturut-turut membaiatnya. Bai’at As Saqifah ini dinamai Ba’iat Al Kahshshah, karena baiat
tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil dari kaum muslimin, yakni hanya
mereka yang hadir di As Saqifah saja. Pada keesokan harinya duduklah Abu Bakar
di atas mimbar Masjid Nabawi dan sejumlah besar kaum muslimin atau secara umum
kaum muslimin membai’atnya.[7]
Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi
khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya antara lain:
“Wahai manusia! Saya telah diangkat
untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik
diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku,
tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat,
saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak dari padanya, sedang orang
yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, sehingga saya dapat mengembalikan
haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan
Rasul Nya, tetapi bilamana aku tiada mentaati Allah dan Rasul Nya kamu tak
perlu menaatiku.”[8]
3.
Peradaban Islam Pada Masa Abu Bakar
Bahwa diwaktu nabi wafat, agama Islam
belum mendalam meresapi sanubari penduduk jazirah arab. Diantara mereka ada
yang masuk Islam karena ada beberapa dorongan. Diantaranya:[9]
1)
Ada yang karena takut diperangi kaum muslimin. Sebab dengan
melihat kehebatan umat Islam dalam setiap pertempuran, mereka menjadi ngeri.
Orang-orang tersebut tidak tahu bahwa perang hanya dilakukan oleh nabi jika
diserang saja, atau jika karena terancam keamanan dakwahnya.
2)
Banyak yang masuk Islam karena terpesona oleh kepribadian
nabi sehingga keIslaman mereka belum sempat berakar. Akibatnya mereka amat
kecewa melihat nabi yang mereka kagumi meninggal dunia.
3)
Juga ada yang bersyahadat hanya karena ingin mendapat
kedudukan dan harta rampasan.
Maka pada masa pemerintahan Abu Bakar
beliau mengalami beberapa persoalan kritis yang harus ditanggulangi, yakni:[10]
a)
Timbulnya kabilah-kabilah yang merasa tidak terikat lagi
dengan politik Madinah sehubungan dengan telah wafatnya Rasulullah.
b)
Munculnya Nabi-nabi palsu
c)
Munculnya orang-orang murtad
d)
Banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat.
Selaku penenggung jawab dakwah Abu Bakar
bertekad apa yang pernah digariskan rasulullah dalam masa hidupnya selembar
rambutpun tidak boleh dilanggar. Atas prinsip itulah Abu Bakar segera
memobilisasi sebelas pasukan yang dipimpin oleh para pahlawan terkenal, seperti
khalid bin walid, ikrimmah bin abi jahal, amr bin ‘Ash dan lain-lainnya. Kepada
komandan-komandan pasukannya Abu Bakar berpesan agar dicarikan jalan damai
lebih dahulu sebelum para pembangkang digempur habis. Misalnya para pemberontak
zakat. Beberapa golongan mempunyai pendapat bahwa yang berhak menarik zakat
hanyalah Rasulullah.[11]
Demikian pula orang kafir. Mereka yang
mengaku nabi tidak ada kompromi bagi mereka. Nabi-nabi palsu itu harus
diperangi. Kecuali jika mereka kembali kepada Islam. Yang paling jahat dari
nabi palsu tersebut adalah musailamah orang yamamah. Ia sudah mengaku nabi
semenjak zaman Rasulullah. Bahkan pernah menulis surat kepada nabi saw: “Dari
Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah”. Dalam balasannya nabi
memberikan gelar musailamah Al Kadzab atau pembohong Besar. [12]
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu
Bakar sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah selain menjalankan roda
pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, sebagaimana
yang pernah diajarkan oleh nabi yaitu mengajak para sahabat untuk senantiasa
bermusyawarah kepada Allah.[13]
Selain itu, beliau memberikan hak yang
sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk membicarakan berbagai macam masalah
sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legis
latif, hal ini mendorong tokoh sahabat pada khususnya dan umat Islam pada
umumnya ikut berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.[14]
Abu Bakar juga sangat bijaksana dalam bidang pemerintahan atau kenegaraan,
diantaranya adalah:[15]
a.
Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah
maupun daerah.misalnya, untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali Ibn Abi Thalib,
Utsman Ibn Affan, dan Zaid Ibn Sabit sebagai sekertaris dan Abu Ubaidah sebagai
bendaharawan. Untuk daerah-daerah Islam dibentuk profinsi-profinsi, dan untuk
setiap profinsi ditunjuk sebagai amir.
b.
Pertahanan dan keamanan
Dengan cara mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk
mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan
untuk memelihara stabilitas di dalam maupun luar negeri. Di antara panglima
yang ada adalah Khalid Ibn Walid, Musannah Ibn Harisah, Amr Ibn Ash, dan Zaid Ibn
Sufyan.
c.
Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar Ibn Khattab dan masa
pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk
dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada
masa itu yang dikenal Alim.
d.
Sosial ekonomi
Untuk pranata sosial ekonomi dibentuk sebuah lembaga mirip
bait al-mal, di dalamnya dikelola harta benda yang di dapat dari zakat,infaq,
sodaqoh, dan lain-lain. pengggunaan harta tersebut digunakan untuk menggaji
para pegawai negara untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada.
Bentuk peradaban yang paling luar biasa serta merupakan satu kerja besar yang
dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan al-Qur’an.
e.
Proses penghimpunan al-Qur’an pada masa Abu bakar
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar menjalankan tampuk
kepemerintahan, khalifah Abu Bakar banyak menghadapi pristiwa-pristiwa besar
terutama pristiwa yang berkenaan dengan orang-orang yang menyeleweng dari
ajaran Islam, yang dikenal dengan murtad.
Untuk menghadapi pristiwa demikian, ia segera menyiapkan pasukan dan
mengirimkan tentera untuk memerangi orang-orang yang murtad yang dipimpin oleh
Musailamah al-Kadzdzab (yang mengaku dirinya Nabi), maka terjadilah
peperangan Yamamah pada tahun 12 hijrah. Pada masa pertempurtan tersebut,
banyak menelan korban yang diperkirakan tidak kurang dari 70 orang shahabat
yang masyhur sebagai huffadz Al-Qur’a>n.
Dengan adanya pristiwa yang tragis itu, membuat Umar bin Khattab
menjadi gundah gelisah, dikarenakan kekhawatirannya terhadap gugurnya para
shahabat yang hafal Al-Qur’a>n. Pada sisi lain, Umar juga merasa
khawatir kalau-kalau terjadi pula peperangan ditempat lain yang lebih dahsyat
dan akan mengorbankan lebih banyak lagi para pengahafal Al-Qur’a>n,
sehingga Al-Qur’a>n akan hilang dan musnah begitu saja. Adanya
kekhawatiran seperti itu, ia datang menemui khalifah Abu Bakar dan mengajukan
usulan supaya segera dilaksanakan pengumpulan Al-Quran dalam bentuk kodifikasi
(pembukuan) agar ia tetap terpelihara dan terjamin sepanjang masa.
Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima gagasan dan saran
dari Umar bin Khattab itu. Sebab ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak
pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Akan tetapi, atas pandangan dan pertimbangan-pertimbangan
yang diberikan Umar sehingga terbukalah hati kahlifah Abu Bakar menerima usulan
yang baik itu. Lalu ia memutuskan bahwa pekerjaan yang monumental itu
diserahkannya kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakannya, mengingat
kedudukannya sebagai pendamping setia Rasulullah, juru tulis wahyu yang
kenamaan, berakal cerdas dan senantiasa mengikuti pembacaan Al-Quran dari
Rasululllah.
Pada mulanya Zaid bin Tsabit merasa ragu dan menolak melaksanakan
tugas berat itu, khawatir kalau-kalau terjerumus ke dalam perbuatan yang menyimpang
dari ajaran Al-Quran dan sunnah Rasul-Nya, sama halnya dengan Abu Bakar sebelum
itu. Akan tetapi, karena terus-menerus dihimbau, diberi dorongan dan semangat
oleh para shahabat besar lainnya, terbukalah pintu hatinya untuk menerima tugas
yang suci itu.
Akhirnya Zaid bin Tsabit memulai tugas yang berat ini dengan
bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para huffaz (penghafal
Al-Quran) dan menelusuri catatan ayat-ayat yang ada pada para penulis lainnya,
di samping mengkompromikan antara hafalan dan catatannya sendiri. Dengan sangat
teliti dan penuh kehati-hatian, akhirnya Zaid berhasil menghimpun
catatan-catatan yang berserakan itu ke dalam satu naskah yang kemudian disebut
dengan “Mushaf Al-Quran”. Setelah selesai mngerjakan pekerjaan berat
itu, Zaid menyerahkan mushaf itu kepada khalifah Abu Bakar, yang kemudian
mushaf itu dipegang oleh khalifah sendiri hingga wafatnya.
Setelah ia wafat pada tahun 13 hijrah, mushaf al-Qur’a>n
yang satu itu selanjutnya dipegang oleh khalifah Umar bin Khattab, dan sepeninggal
khalifah Umar mushaf al-Qur’a>n
itu disimpan di rumah salah seorang putrinya yang bernama Siti Hafsah r.a,
isteri Nabi Muhammad Saw. Kemudian pada permulaan pemerintahan khalifah Utsman,
mushaf itu dimintanya dari tangan Hafasah r.a.
John Burton dalam bukunya yang berjudul The Collection of The
Qur’a>n menuliskan kisah yang sama seperti diatas yakni:
“Zaid
reports, ‘Abu> Bakr sent for me on the occasion of the deaths of those
killed in the Yema>ma wars. I found ‘Umar b. Al khat}t}a>b with him.
Abu> Bakr said,”’Umar has just come to me and said, ‘In the Yema>ma
fighting death has dealt most severely with the qurra>’ and I fear it will
deal with equal severity with them in other theatres of war and as a result
much of the Qur’a>n will perish. I am therefore of the opinion that you should
command that the Qur’a>n be collected.” Abu> Bakr added,”I
said to Umar, How can we do what the Prophet never
did? Umar replied that it was nonetheless a good act. He did not cease replying
to my scruples until God reconciled me to the undertaking.” Abu> Bakr
contineued, “Zaid, you are young and intelligent and we know nothing to your
discredit. You used to record the revelations for the prophet, so pursue the
Qur’a>n and collect it all toghether.” By God! Had they asked me to remove a
mountain it could not have been more weighty than what they would now have me
do in ordering me to collect the Qur’a>n. I therefore asked them how they
could do what the prophet had not done but Abu> Bakr inisisted that it was
permissible. He did not cease replying to my scruples until God reconciled me
to the undertaking as he had already reconciled Abu> Bakr and Umar. I
thereupon pursued the Qur’a>n collecting it all toghether from
palm-branches, flat stones and the memories of men. I found the last verse of
su>rat at Taubah in the possession of Abu> Khuzaima al Ans}a>ri>,
having found it with no one else, “ There has now come to you...” to the end of
the sura. The sheets (s}uh}uf) that Zaid prepared in this manner remained in
the keeping of Abu> Bakr. On this death, they passed to Umar who then
bequeathed them on his death to his daughter h}afs}a.[16]
Kisah diatas sama halnya yang termuat dalam hadith riwayat Bukhari
dari Zaid bin Tsabit. Zaid berkata:
“Abu bakar khalifah yang memerangi Ahli Yamamah menemuiku saat itu
ditemani Umar. Abu Bakar Berkata: “Umar menemuiku dan berkata:”sesungguhnya
pembunuhan yang tragis terjadi pada peperangan yamamah, banyak jatuh korban
dari kalangan ahli baca al-Qur’a>n. Aku khawatir, korban akan semakin
banyak lagi pada peperangan yang lain, dan aku khawatir banyak ayat dan surat al-Qur’a>n
juga ikut hilang. Dan aku berpendapat agar kamu memerintahkan mengumpulkan al-Qur’a>n.”
Aku bertanya kepada Umar: “bagaimana kamu bisa berbuat sesuatu yang belum
pernah diperbuat Rasulullah saw?” Umar menjawab: “Demi Allah, ini adalah
kebaikan.” Umar tidak henti-hentinya mengajakku (untuk mengumpulkan al-Qur’a>n)
sehingga Allah melapangkan dadaku, dan aku berpendapat seperti pendapat Umar.”
Zaid selanjutnya berkata, bahwa Abu Bakar berkata:”Kamu adalah pemuda yang
berakal, kami tidak meragukan (kemampuan)-mu. Kamu adalah penulis wahyu bagi
Rasulullah saw, maka urutkan al-Qur’a>n, dan kumpulkan!” Demi Allah,
seandainya mereka memberi beban gunung kepadaku untuk dipindahkan, hal itu
tidak lebih berat dari pada disuruh mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’a>n.”
Aku bertanya: “ Bagaimana kalian bisa berbuat sesuatu yang belum pernah
diperbuat Rasulullah saw?” Abu Bakar berkata:” Demi Allah ini adalah kebaikan.”
Abu Bakar tidak henti-hentinya mengajakku (untuk mengumpulkan al-Qur’a>n)
sehingga Allah melapangkan dadaku seperti dada Abu Bakar dan Umar. Kemudian aku
mengurutkan al-Qur’a>n dan mengumpulkan dari pelepah kurma dan
lempengan batu serta mencocokkan dengan orang-orang yang hafal al-Qur’a>n,
sampai aku menemukan akhir surat at-Taubah pada Abu Khuzaimah
al-Anshari, yang tidak kudapatkan pada sahabat yang lain, yakni ayat: “Laqad
ja>’akum Rasu>lun min anfusikum ‘azi>zun ‘alaihima> ‘anittum...”
sampai akhir ayat, adapun Shuhuf (lembaran-lembaran
yang dikumpulkan) tersebut disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat, kemudian
disimpan Umar hingga wafat juga, dan akhirnya disimpan Hafshah, putri Umar. [17]
Selain itu peradaban lainnya pada masa Abu Bakar dalam
praktik pemerintahan terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a)
Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau
mengelola zakat, infaq, dan sodaqoh yang berasal dari kaum Muslim, sebagai
sumber dari pendapatan bait al-ma>l.
b)
Praktik pemerintahan khalifah mengenai suksesi kepemimpinan
atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar Ibn Khattab untuk
menggantikannya.[18]
4. Abu Bakar
Wafat
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23
Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Kehalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3
bulan 11 hari (dua tahu tiga bulan sebelas hari). Jenazahnya dimakamkan
disamping makam nabi.[19]
Pada masa sesingkat itu Abu Bakar dalam pemerintahannya habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh
suku-suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah.[20]
Abu Bakar berpulang kerahmatullah diwaktu pertempuran sedang berkobar. Baru
pada zaman Umar bin Khattab pertempuran itu tampak hasilnya.[21]
B.
PERADABAN ISLAM PADA MASA UMAR BIN
KHATTHAB
1.
Biografi Umar Bin Khattab (13-23
H/634-644 M)
Nama lengkapnya, Umar bin Khattab Ibn
Nufail Ibn Abdul Al Aziz keturunan dari bani Adi Ibn Ka’ab Ibn Luai. Ibunya
adalah Hantamah Binti Hasyim Ibn Al Mughirah dari bani Mahzum Ibn Yaqazah Ibn
murrah. Silsilahnya bertemu dengan silsilah Nabi pada Ka’ab, moyang nabi yang
kesembilan.[22]
Ia termasuk keturunan bangsa quraisy. Umar lahir pada tahun ketiga belas
setelah kelahiran Nabi.[23]
Sebelum masuk Islam Umar termasuk
golongan kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam.
Dia adalah musuh nabi Muhammad yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar
keinginannya untuk membunuh nabi dan para pengikutnya. Akan tetapi setelah dia
masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, enam tahun setelah kerasulan nabi Muhammad
saw. Kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah
menjadi seseorang yang gigih dan setia membela agama Islam.[24]
2.
Umar Diangkat Menjadi Khalifah
Abu Bakar telah menyaksikan percekcokan
yang timbul di kalangan kaum muslimin demi rasulullah berpulang kerahmatullah.
Keinginan-keinginan golongan yang bersimpang siur itu nyaris menimbulkan
perpecahan di kalangan umat Islam. Dan beberapa hari sebelum Abu Bakar wafat
bala tentara Islam sedang bertempur melawan tentara persia dan romawi. [25]
Pada saat itu Abu Bakar berfikir, bahwa
akan timbul perselisihan dikalangan kaum muslimin kalau mereka ditinggalkan
demikian saja, tidak ada khalifah yang menggantikannya. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, Abu Bakar hendak menunjuk penggantinya, sesudah
memusyawarahkan hal itu dengan kaum muslimin. Dalam musyawarah itu dinyatakan
bahwa dia akan menunjuk penggantinya siapa yang mereka sukai. Abu Bakar
mengemukakan Umar Ibn Khattab sebagai calon. Dan beliau pula calon yang dikemukakan
kaum muslimin. Oleh karena itu, Abu Bakar menunjuk Umar menjadi khalifah. Dan
piagam menunjukkan itu ditulisnya sebelum beliau wafat.[26]
Abu Bakar memanggil utsman bin affan
untuk menuliskan bahwa Umar adalah pengganti dirinya nanti. Berikut teks
pernyataannya:[27]
Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah pernyataan Abu Bakar,
Khalifah,Penerus, Kepemimpinan Muhammad Rasulullah s.a.w. saat ia mengakhiri
kehidupannya di dunia dan saat ia memulai kehidupannya di akhirat. Dalam
keadaan yang dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka,
sesungguhnya aku mengangkat Umar Ibn Khattab sebagai pemimpin kalian;
bahwasannya ia adalah orang baik dan adil. Hal ini sejauh pengetahuan dan
penilaian diriku tentang dia. Bilamana ternyata di kemudian hari dia seorang
pendurhaka dan zalim, sungguh aku tidak pernah tau akan hal yang bersifat
ghaib. Sungguh aku bermaksud baikdan segala sesuatu tergantung atas apa yang dilakukan:
ÞOn=÷èuyur tûïÏ%©!$# (#þqßJn=sß £r& 5=n=s)ZãB tbqç7Î=s)Zt
“Dan orang-orang
yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.”(Q.S.
As Syu’ara’: 227)[28]
Ketika Umar menjabat khalifah ia naik
mimbar dan berpidato:
“Sesungguhnya saya adalah orang yang
membaca kalimat-kalimat yang harus kalian percayai. Aku adalah teladan bagi
masyarakat Arab Bagi unta yang disumbat hidungnya selalu mengikuti yang
menuntunnya ke manapun ia mambawa. Sedangkan aku, demi Tuhan Pemelihara Ka’bah,
sungguh akan membawa mereka ke jalan yang lurus.”[29]
Pemilihan Umar sebagai khalifah terlaksana
atas penunjukan Abu Bakar. Saat Abu Bakar wafat seluruh arab dan pemerintahan
beliau tinggalkan dalam keadaan aman dan tentram. Di samping itu Umar di setiap
kata dan perbuatannya selalu mengikuti langkah-langkah rasul, maka dalam
periode Umar ini tidak ada masalah yang begitu rumit. Periodenya terkenal
dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahan.[30]
3.
Peradaban Islam Pada Masa Umar Ibn Khattab
Paada masa pemerintahannya, Umar bin
khattab mengadakan terobosan-terobosan baru yang belum dilakukan oleh pemimpin
sebelumnya ataupun menyempurnakan apa yang telah dirintis pendahulunya. Beliau
memperkuat armada-armada perangnya untuk menakhlukkan negara-negara tetangga
demi kepentingan politik dan perluasan daerah Islam. Hal ini tidak begitu sulit
ia lakukan karena ia salah seorang yang sangat berani dalam mengadakan
penyerangan-penyerangan, dan sangat pintar dalam hal strategi perang.
Kegiatan ekspansi pada masa khalifah Umar
menjadikan wilayah kekuasaan Islam sangat luas, selain semenanjung Arabia juga
Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Setelah penakhlukan selama sepuluh
tahun kepemimpinan Umar, negara Islam menjadi negara adi kuasa dunia pada saat
itu.
Kebijakan atau terobosan yang dilakukan
Umar semasa pemerintahannya diberbagai bidang antara lain:
a.
Bidang kemiliteran
Umar menaruh minat yang besar kepada bidang kemiliteran. Ia
banyak mendirikan pusat kemiliteran di Madinah, Kufah, Basrah, Mesir, Damaskus,
Hems, dan Palestina. Umar juga membuat aturan bahwa Diwan Al Jund (Jawatan
militer) berkewajiban menginventarisir dan mengolah administrasi ketentaraan.
Dan untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat yang diperintahnya
dibentuk juga jawatan kepolisian.[31]
b.
Bidang sosial politik
Umar membagi daerah beberapa daerah menjadi delapan
propinsi, yaitu Mekkah, Syam, Jazirah, Basrah, Kufah, Mesir, dan palestina.
Setiap propinsi diperintah oleh seorang gubenur atau wali. Pemerintahan pada
setiap propinsi itu diberi hak otonomi untuk mengurus daerahnya masing-masing.
Namun tetap tunduk kepada pemerintahan yang berpusat di Madinah.[32]
c.
Bidang ekonomi
Bait Al-Mal (Baitul Mal) yaitu perbendaharaan negara yang
bertanggung jawab atas pengelolahan keuangan. Baitul mal pada masa nabi belum
berfungsi secara efektif. Sedangkan pada masa Umar baitul mal difungsikan
seefektif mungkin.[33]
Untuk kestabilan sektor ekonomi, ia meningkatkan sumber kas
negara yang bersumber dari:[34]
1)
Zakat, harta yang dikeluarkan kaum muslimin sesuai dengan
ketentuan syari’ah.
2)
Jizyah,
yaitu pajak perlindungan dari warga negara non muslim.
3)
Kharaj,
yaitu pajak penghasilan dari tanah pertanian yang ditakhlukan.
4)
Khumus,
yaitu harta rampasan orang yang diambil seperlima untuk negara.
5)
Usyur,
yaitu pajak dari tanah pertanian milik negara, yang dikelola umat dan pajak
terhadap pedagang non muslim di wilayah Islam.
Semua harta tersebut disimpan di Bait Mal yang dipergunakan
untuk administrasi negara dan perang, barulah sisanya dibagikan sesuai dengan
ketentuan.
d.
Bidang pengadilan
Tentang pengadilan, Umar mempercayakan kepada Qadli (hakim).
Qadli yang memutuskan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat. Di Bashrah ia
mengangkat Syuraih, di Kufah Abu Musa Al Asy’ari dan tempat-tempat lainnya.
Untuk memantau keadilan dilaksanakan atau tidak Umar membentuk mata-mata/
intelegen yakni Muhammad bin Salamah. Dan dalam memutuskan suatu perkara Umar
menyuruh para hakim untuk memutuskan perkara berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah,
tetapi apabila tidak ada pada dua sumber itu ketentuan hukumnya Umar menyuruh
berijtihad atau menangguhkan hukumannya, penangguhan itu dianggap lebih baik.[35]
e.
Bidang pertanian
Dalam bidang pertanian Umar membangun kanal-kanal irigasi,
sumur-sumur dan tangki di wilayah kekuasaannya yang luas. Ia membentuk
departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan
melanjutkan rencana-rencana. Sejumlah kanal (terusan) dibangun di Khuzistan dan
Ahwas, sebuah kanal yang bernama “Nahr Amirul Mukminin” yang
menghubungkan sungai Nil dan Laut Merah dibangun untuk menjamin pengangkutan
padi dari Mesir ke tanah suci.[36]
f.
Bidang pendidikan dan penyebaran Islam
Kebijakan Umar dalam bidang pendidikan adalah bahwa ia membangun
sarana pendidikan dan jawatan agama yang menyangkut penyebaran Islam,
menghimpun dan mengajarkan Al-Qur’an, pengiriman sahabat-sahabat ketempat jauh,
menyuruh para sahabat untuk mengajarkan hadis dan fiqih, mengadakan Ijma’
tentang masalah agama, pengangkatan Imam dan Muazzin. Menentukan kafilah haji,
pembangunan masjid nabawi dan masjidil Haram serta pengaturan penerangan masjid
dan pengaturan penutup lantai. Adapun kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan Umar
seperti pemakaian kalender hijriyah, pengaturan hak-hak dzimmi (warga negara
non muslim), penghentian perbudakan dll.[37]
g.
Asal-mula penetapan proses tahun Hijriyah.
Khalifah Umar menghadapi permasalahan baru yakni masalah
kalender. Surat-surat yang diterimanya dari para gubenur dan
panglima-panglimanya tanggal bulannya memang tertulis, akan tetapi tanpa adanya
tahun. Kaum muslimim waktu itu belum membuat kalender. Hal ini sangat
mengganggu Umar. Kemudian Umar meminta pendapat sahabat-sahabat Nabi mengenai
kalender yang akan dapat dipakai dalam menulisakan waktu. Maka pendapat yang
disampaikan kepadanya ialah supaya mengambil tahun ketika Nabi s.a.w, Hijrah
dari Makkah ke Madinah sebagai awal tahun Islam. Dan pilihan tahun ini cocok
sekali, kemudian disetujui oleh para sahabat yang lain. [38]
Pada tahun ke-17 dari hijrah Nabi (638 M), khalifah Umar bin
Khattab menerima usulan Ali bin Abi Thalib untuk menentukan penanggalan Islam
dengan memilih peristiwa hijrah sebagai patokan penentuan dari sebuah
penanggalan yang kemudian dikenal dengan penanggalan Hijriyah. Ketika Umar
menjadi Khalifah, gubernur Bashrah yaitu Abu Musa al- Asy’ari menanyakan
surat-surat penting Umar yang hanya menyantumkan tanggal dan bulannya, tidak
menyantumkan tahunnya. Umar lalu mengundang Utsman bin Affan, Ali bin Abi
Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan
Abdurrahman bin ‘Auf. Semua mengusulkan patokan awal tahun Hijriyah dan semua
sepakat menerima usulan Ali bin Abi Thalib.[39]
Sama dengan penanggalan Masehi, penanggalan Hijriyah memiliki batasan tujuh
hari dalam seminggu dan dua belas bulan dalam setahun (rujuk surat at-Taubah
ayat 36). Bedanya, bila penanggalan Masehi memulai pergantian tanggal pas pukul
24.00, maka penanggalan Hijriyah menentukan awal pergantian tanggal/awal hari
dengan terbenamnya matahari. Pergantian bulan dalam kalender Masehi ditandai
dengan peredaran matahari (30-31 hari), maka dinamailah dalam wacana Islam
dengan penanggaalan Syamsiyah. Adapun penanggalan hijriyah ditandai
dengan peredaran bulan (29-30 hari) dan dinamailah dengan penanggalan Qamariyah.
Nama-nama bulan dalam penanggalan Hijriyah sama dengan nama-nama bulan yang
dikenal sebelum kedatangan Islam atau sebelum penentuan kalender Hijriyah.
Hanya saja, saat itu belum ditentukan nama dan angka tahunnya. Kelahiran Nabi
SAW dinamai tahun gajah, sesuai dengan peristiwa dahsyat yang terjadi di tahun
itu, yaitu penyerangan Mekah oleh Abrahah, Gubernur Abissinia yang berniat
mengkristenkan Mekah yang saat itu menjadi pusat ibadah haji warga jazirah
Arab. Ibadah haji, di matanya adalah sumber pemasukan di bidang ekonomi bagi
Abissinia. Peristiwa penyerangan Mekah diabadikan dalam Alquran surat al- Fiil
ayat 1-4.
Bulan pertama Muharram, artinya diharamkan. Pada bulan itu, orang-orang
Arab sepakat tentang diharamkannya perang. Bulan kedua Shafar artinya kosong.
Dinamai Shafar karena pada bulan itu semua laki-laki Arab keluar rumah untuk
merantau, berdagang atau berperang. Bulan ketiga Rabi’ al-Awwal, artinya bulan
menetap yang pertama, maksudnya para laki-laki itu kembali menetap di kampung
masing-masing setelah merantau, berdagang atau berperang. Bulan keempat Rabi’
al-Akhir artinya saat kembali yang kedua/terakhir. Bulan kelima Jumadi al-Awwal,
Jumadi artinya kering, maksudnya bulan ini adalah bulan pertama dan awal
terjadinya musim kering. Bulan keenam, Jumadi al- Tsani yang artinya bulan
kering yang kedua atau penghabisan.
Bulan ketujuh Rajab, artinya mulia. Di bulan ini diharamkan perperang
karena dianggap sebagai bulan yang mulia. Bulan kedelapan Sya’ban, artinya
berkelompok. Lazimnya, pada bulan ini orang-orang Arab berkelompok untuk
mencari nafkah. Bulan kesembilan Ramadan yang artinya panas karena bulan ini
dikenal sangat panas. Bulan kesepuluh Syawal yang artinya kebahagiaan atau
peningkatan. Bulan kesebelas Dzul Qa’dah yang artinya bulan duduk dan
istirahat. Kaum laki-laki, di bulan ini menikmati saat-saat santai dan tidak
bekerja. Bulan kedua-belas Dzul Hijjah, artinya bulan di mana semua penduduk
Jazirah Arab melakukan kunjungan ke Mekah melaksanakan ibadah haji sesuai
dengan ritual dan agama masing-masing.[40]
Oleh karena itu Khalifah Umar juga berperan penting tentang
asal-mula proses tahun Hijriyah. Dikarenakan penetapan
kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari
Mekah ke Madinah.
4.
Umar Wafat
Pada akhir kepemimpinannya, Umar
dibunuh oleh Abu Lu’lu’. Abu Lu’lu’ ini seorang bangsa persia, dia ditawan oleh
tentara Islam di Nahawand, dan kemudian menjadi hamba sahaya dari Mughirah Ibnu
Syu’bah.[41]
Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah Ibn Syu’bah sebagai
gubenur Kuffah. Karena Mughirah melakukan pembocoran kerahasiaan negara dan
penghianatan secara sembunyi-sembunyi dengan membentuk kelompok sendiri.[42]
Pada memerintahannya, Umar Ibn Khattab
telah merobohkan kerajaan Persia dan melenyapkan kekuasaan mereka. Karena itu
lapisan atas dari bangsa persia beserta pendukung-pendukungnya menaruh dendam
terhadap Umar, dan berniat hendak membunuh beliau. Abu Lu’lu’ telah berhasil
menyusup kedalam masjid, diwaktu Umar hendak shalat Subuh. Maka ditikamnyalah
Khalifah beberapa kali oleh Abu Lu’lu’[43]
Dalam sebuah riwayat dikatakan, ketika
terjadi penikaman itu, barisan shalat menjadi kacau karena berusaha menangkap
Feroz, akan tetapi ia semakin membabi buta dan menikan setiap orang yang
berusaha mendekatinya. Kemudian ia menikam dirinya sendiri dan mati ditempat
itu.[44]
Menjelang wafat, untuk suksesi
kehalifahan Umar menugaskan kepada 6 orang sahabat yaitu: Abdurrahman Ibn Auf,
Thalhah, Zubair, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, dan Sa’ad Ibn Abi Waqash
yang diketuai oleh Abdurrahman, dan ditambah satu lagi yaitu abdullah Ibn Umar,
namun ia tidak punya hak untuk dipilih menjadi khalifah.[45]
Setelah melakukan voting, maka
terpilihlah Utsman Ibn Affan sebagai khalifah pengganti Umar. Dalam sejarah Islam
itulah panitia pemilihan khalifah pertama kali.[46]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Abu Bakar dalam pemerintahannya habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri diantaranya yakni kabilah-kabilah yang
merasa tidak terikat lagi dengan politik Madinah sehubungan dengan telah
wafatnya Rasulullah, munculnya Nabi-nabi palsu, munculnya orang-orang murtad,
dan banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat.
Abu Bakar juga sangat bijaksana dalam
bidang pemerintahan atau kenegaraan, diantaranya adalah: (1)Bidang eksekutif,
(2)Pertahanan dan keamanan, (3)Yudikatif, dan (4)Sosial ekonomi. Bentuk
peradaban yang paling luar biasa serta merupakan satu kerja besar yang
dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan al-Qur’an.
2.
Umar bin Khaththab sebagai khalifah atas penunjukan Abu
Bakar sebelum beliau wafat. Paada masa pemerintahannya, mengadakan terobosan-terobosan
baru diberbagai bidang antara yakni bidang kemiliteran, bidang sosial politik, bidang
ekonomi, bidang pengadilan, bidang pertanian, bidang pendidikan dan penyebaran Islam.
Akan tetapi pada masa khalifah Umar beliau memberikan kontribusi yang sangat
besar yakni berhasil menetapkan kalender hijriyah dan mengadakan perluasan
daerah diantaranya kegiatan ekspansi pada masa khalifah Umar menjadikan wilayah
kekuasaan Islam sangat luas, selain semenanjung Arabia juga Palestina, Syiria,
Irak, Persia, dan Mesir. Setelah penakhlukan selama sepuluh tahun kepemimpinan
Umar, negara Islam menjadi negara adi kuasa dunia pada saat itu sehingga umat
Islam mempunyai kemajuan yang sangat pesat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
Jamil. Hundred Great Muslims, Trj.P.Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus,
1992.
al
-Suyu>ti>, Al Hafidz Jalaluddin. Tarikh al Khulafa’.Beirut: Dar al
Fikr,1394.
Arroisi,
Abdurrahman. Islam Pergolakan dan Pembangunan. Jakarta: PT.Bina Ilmu
Offset, 1987.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman.
Ulumul Qur’an. Terj.Amirul Hasan. Yogyakarta: Titian Ilahi,1996.
Burton, John. The Collection of The Qur’a>n. London:
Cambridge University press. 1977.
Departemen
Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: PT.Kumudasmoro Grafindo,
1994.
Fu’ad,
Ah.Zakki. Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, Reflektif dan filosofis.
Surabaya: CV.Indo Pramaha, 2012.
Hitti,
Philip K. History of The Arab. London: The Macmillian Press, 1974.
Ibrahim
Hasan, Hasan.Sejarah Kebudayaan Islam, terj.H.A Bahauddin Cet.1.
Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Karim,
M.Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2007.
Mufrodi,
Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos,1997.
Nu’man,
Syibil. Umar yang Agung, Trj.Kardjo. Bandung: Pustaka,1991.
Purnama,
Tata septayuda. Khazanah Peradaban Islam. Solo: PT.Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2011.
Supriyadi,
Dedy. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka setia, 2008.
Syaefudin,et
al, Machfud. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.
Syalabi,
A. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Trj.Mukhtar Yahya. Jakarta:
PT.Pustaka Al Husna Baru,2003.
Tamam,
Asep M. Di Gerbang Tahun Baru Hijriyah, dalam http://www.
iaic.ac.id/article/di-gerbang-tahun-baru-hijriyah (9 Oktober 2013)
Yatim,
Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 2008.
[1]
Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos,1997), 47.
[2]
Dedy Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2008),
67.
[3]
Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, terj.H.A Bahauddin Cet.1
(Jakarta: Kalam Mulia,2001), 394.
[4]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: PT.Kumudasmoro
Grafindo, 1994), 285.
[5]
Ibid.
[6]
Hasan, Sejarah Kebudayaan, 395-396.
[7]
Hasan , Sejarah Kebudayaan,
396-397.
[8]
A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Terj. Mukhtar (Jakarta:
PT.Pustaka Al Husna Baru,2003), 196.
[9]
Abdurrahman Arroisi, Islam Pergolakan dan Pembangunan (Jakarta: PT.Bina
Ilmu Offset, 1987), 170
[10]
Ah.Zakki Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, Reflektif dan
filosofis (Surabaya: CV.Indo Pramaha,2012), 44.
[11]
Arroisi, Islam Pergolakan, 170-171.
[12]
Ibid., 172.
[13]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta:
PT.Raja Grafindo Persada, 2008), 36.
[14]
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam,
72.
[15]
Machfud Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka
Ilmu, 2013), 35-36.
[16] John Burton, The Collection of
The Qur’a>n (London: Cambridge University press, 1977), 118-119.
[17] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an.
Terj.Amirul Hasan (Yogyakarta: Titian
Ilahi,1996), 114-115.
[18]Tata
Septayuda Purnama, Khazanah Peradaban Islam (Solo: PT.Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2011), 65.
[19]
Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, Trj.P.Firdaus (Jakarta: Pustaka
Firdaus,1992), 11.
[20]
Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, 34.
[21]
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 202.
[22]
Al Hafidz Jalaluddin as-Suyuti, Tarikh al Khulafa’ (Beirut: Dar al
Fikr,1394), 101.
[23]
Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 44.
[24]
Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, 37.
[25]
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 203
[26]
Ibid., 204.
[27]
Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, 409-410.
[28]
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 590.
[29]
Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, 410.
[30]
M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher, 2007), 87.
[31]
Syibil Nu’man, Umar yang Agung, Trj.Kardjo (Bandung: Pustaka,1991),
370-393.
[32]
Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, 59.
[33]
Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 60-61.
[34]
Ibid., 61-62.
[35]
Ibid., 62.
[36]
Ibid., 63.
[37]
Ibid., 63-64.
[38] Taha Husain, Dua Tokoh Besar
dalam Sejarah Islam Abu Bakar dan Umar. Terj.Ali Audah (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1986), 177.
[41]
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 264.
[42]
Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, 37-38.
[43]
Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, 264.
[44]
Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 49.
[45]
Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban, 38.
[46]
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar