BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap orang memiliki filsafat walaupun
ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda,
tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau
kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan
terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis.
Definisi tersebut menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu
proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita
junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk
mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari
bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah
sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia
dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Dari beberapa definisi tadi bahwasanya
semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli
filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu.
Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena
ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah
kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah
kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau
bermusuhan? Apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan? atau karena
mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam
benda.
Semua soal tadi
adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya
telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme,
pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan
memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita
perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.
B. Rumusan masalah
1. Apa
pengertian dari filsafat pendidikan islam?
2. Apa
sajakah ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam?
3. Apa
alasan pentingnya mempelajari filsafat pendidikan islam?
4. Apa
perbedaan dan persamaan antara filsafat pendidikan dan filsafat pendidikan
islam?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian filsafat pendidikan islam.
2. Untuk
dapat menyebutkan ruang lingkup kajian filsafat pendidikan islam.
3. Untuk
dapat menjelaskan alasan pentingnya mempelajari filsafat pendidikan islam.
4. Untuk
mengetahui perbedaan dan persamaan antara filsafat pendidikan dan filsafat
pendidikan islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat berasal
dari bahasa yunani yaitu: Philos dan Sophia yang berarti cinta kebijaksanaan
atau belajar. Lebih dari itu dapat diartikan cinta belajar pada umumnya
termasuk dalam suatu ilmu yang kita sebut sekarang dengan filsafat. Untuk
alasan inilah maka sering dikatakan bahwa filsafat adalah induk ilmu pengetahuan.[1]
Menurut Prof.
Dr. Imam Barnadib, MA. bahwa filsafat berasal dari bahasa yunani yang merupakan
rangkaian dua pengertian: philare berarti
cinta dan sophia berarti kebajikan. Yang dimaksud
dengan kebajikan disini ialah kebajikan manusia dan dengan dasar pengetahuan yang
filosofis itu diharapkan orang dapat memberikan pendapat dan keputusan yang
serba bijaksana.[2]
Sementara itu, A. Hanafi, M.A.
mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan
sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang
pertama yang menggunakan perkataan tersebut. Dari beberapa kutipan di atas
dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dari segi kebahasan atau semantik
adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat
adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan
sebagai sasaran utamanya.[3]
Kata cinta tersebut selanjutnya menunjuk kepada panggilan hati nurani yang
secara murni rela melakukan suatu kegiatan tanpa paksaan dari luar. Itulah
sebabnya, seseorang yang melakukan kegiatan mencari kebenaran, pengetahuan atau
hikmah yang kemudian disebut filosof diartikan sebagai orang yang mencintai
kebenaran, pengetahuan atau kebijaksaaan adalah orang yang pola hidupnya nampak
unik. Ia terkadang kurang menyukai kebendaan serta hal-hal yang membawa kepada
kerendahan yang lainnya yang kurang ideal. Kehidupannya lebur dalam merenung
dan berfikir untuk mencari kebenaran.
Selain memiliki pengertian
kebahasaan sebagaimana tersebut diatas, filsafat juga memiliki pengertian dari
segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau
pengertian dari segi praktis. Dalam hubungan ini Perwatana mengatakan bahwa
yang dimaksud dengan pengertian dari segi praktis ini adalah pengertian yang
didasarkan pada segi praktisnya. Dalam pengertian ini, menurutnya, filsafat
berarti alam fikiran atau alam berfikir. Berfilsafat berarti berpikir. Namun
menurutnya, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah
berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Orang yang berpikir sepintas
saja, tanpa mendalam serta tanpa ada sasaran yang ingin dicari, yakni hakikat
segala sesuatu, tidak dapat disebut berpikir filosofis, dan orang yang demikian
itu tidak dapat disebut sebagai filosof.
Filsafat adalah ilmu pokok dan
pangkal dari segala pengetahuan yang mencakup di dalamnya 4 persoalan, yaitu:
a. Apakah yang
dapat kita ketahui? (metafisika)
b. Apa yang
seharusnya kita ketahui dan kita kerjakan? (etika)
c. Sampai
manakah pengharapan kita? (agama)
d. Apakah yang
dinamakan manusia? (antropologi)
Dari beberapa ungkapan para filosof
tersebut dapat dirumuskan bahwa filsafat ialah daya upaya manusia dengan akal
budinya untuk memahami, mendalami dan menyelami secara radikal dan integral
serta sistematik mengenai kebutuhan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakikatnya yang dapat dicapai akal
manusia dan bagaimana sikap manusia seharusnya setelah mencapai pengetahuan
itu.
Kemudian untuk memperoleh
pengetahuan filsafat dari segi praktisnya dapat diketahui sebagaimana yang
pernah dilakukan oleh para filosof pada masa lalu. Mula-mula para filosof
memperhatikan alam semesta yang luas ini, kemudian memperhatikan manusia dengan
segala problematik dan kehidupannya. Pemikirannya tidak hanya sebatas itu dan
berhenti, tetapi terus menuju pada pemikiran yang ada di balik alam (menjadi
problem realita yang disebut metafisika) dan kemudian masalah-masalah
kebutuhan. Pemikiran tentang alam semesta, manusia dan apa yang ada di balik
alam semesta, masalah kebutuhan dilakukan dengan memenuhi syarat-syarat
berpikir dengan insyaf yakni berpikir dengan teratur menurut aturan-aturan yang
telah dengan pasti ditentukan. Atau dengan kata lain cara kerja filosof
berpikir secara sistematis, universal (menyeluruh) dan radikal, yang mengupas
dan menganalisis sesuatu secara mendalam dampai pada akar-akar persoalannya
sehingga hasil pemikiran mereka dapat diterapkan dan dibuktikkan kebenarannya
pada seluruh persoalan yang dicakupnya. Karena sangat relevan dengan
problematik hidup dan kehidupan manusia. Berpikir secara sistematis bagi para
filosof adalah berpikir logis dengan penuh kesadaran, berurutan, saling
berhubungan yang teratur dan bertanggung jawab. Berpikir secara universal
adalah tidak berfikir khusus sebagaimana kerja setiap ilmu, tetapi mencakup
keseluruhannya. Sedangkan yang dimaksud berpikir secara radikal berarti bahwa
pemikiran berusaha menyingkap tabir rahasia yang menjadi penyebab utama dan
masalah yang akan diselesaikan.[4]
Uraian diatas menunjukkan dengan
jelas ciri dan karakteristik berpikir secara filosofis. Intinya adalah upaya
secara sungguh-sungguh dengan menggunakan akal pikiran (sebagai alat utamanya) untuk
menemukan hakekat segala sesuatu, termasuk segala sesuatu yang berhubungan
dengan pendidikan.
Dalam bahasa
indonesia, kata pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pen dan akhiran an. Kata tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kamus umum Bahasa Indonesia adalah perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik.[5] Pengertian
ini memberi kesan bahwa kata pendidikan dalam bahasa indonesia terdapat pula
kata pengajaran. Kata ini sebagaimana dijelaskan Poerwadarminta adalah cara
(perbuatan) mengajar atau mengajarkan. Kata lain yang serumpun dengan kata
tersebut adalah mengajar yang berarti memberi pengetahuan atau pelajaran.[6]
Ahmad D. Marimba
mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam
pendidikan, yaitu
a.
Usaha (kegiatan)
yang bersifat bimbingan, pertolongan yang dilakukan secara sadar
b.
Ada pendidik,
pembimbing atau penolong
c.
Ada peserta
didik
d.
Adanya dasar dan
tujuan dalam bimbingan tersebut
e.
Ada alat-alat
yang digunakan (metode dan media pembelajaran)[7]
Ki Hajar
Dewantara menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan penuh
keinsyafan yang ditujukan untuk keselamatan dan kebaagiaan manusia. Pendidikan
tidak hanya bersifat pelaku pembangunan, tetapi sering merupakan perjuangan
pula. Pendidikan berarti memelihara hidup tumbuh kearah kemajuan, pendidikan
adalah usaha kebudayaan, berasas peradaban yakni memajukan hidup agar
mempertinggi derajat kemanusiaan.[8]
Dari beberapa
para tokoh maka secara umum pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban masyarakat,
didalamnya terjadi atau berlangsung proses pendidikan. Oleh karena itu sering dinyatakan bahwa pendidikan telah ada
sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha
manusia melestarikan hidupnya.
Namun dalam
perkembangan selanjutnya, pendidikan sebagai suatu sistem, memiliki aspek-aspek
yang antara satu dengan lainnya saling berkaitan, antara lain: aspek tujuan,
kurikulum, metode, guru, lingkungan dan sarana. Hal ini terlihat bahwa
pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja, seksama, terencana
dan mempunyai tujuan pendidikan yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta
didik secara bertahap dan apa yang diberikan kepada anak didik itu sedapat
mungkin dapat menolong tugas dan peranannya di masyarakat, dimana kelak mereka
hidup.
Sedangkan
mengenai pendidikan islam menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan islam adalah
bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum agama islam menuju
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam. Dengan pengertian
lain seringkali beliau mengatakan kepribadian utama ialah kepribadian muslim
yakni kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama islam, memilih, memutuskan,
berbuat berdasarkan nilai islam.
Sedangkan
hakikat pendidikan islam adalah proses membimbing dan mengarahkan pertumbuhan
dan perkembangan anak didik agar menjadi manusia dewasa sesuai tujuan
pendidikan islam. Sasaran strategis pendidikan islam adalam menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai agama dan nilai-nilai ilmu pengetahuan secara
mendalam dan meluas dalam pribadi anak didik, sehingga akan terbentuklah dalam
dirinya sikap beriman dan bertakwa dengan kemampuan mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain bahwa pendidikan
islam mengintegrasikan iman dan takwa dengan ilmu pengetahuan dalam pribadi
manusia untuk mewujudkan kesejahteraan hidup di dunia dan kebahagiaan di
akhirat.[9]
Dalam hubungan
ini, dijumpai berbagai pendapat para ahli yang mencoba merumuskan pengertian
filsafat pendidikan islam. Muzayyin Arifin mengatakan bahwa filsafat pendidikan
islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan yang
berlandaskan pada ajaran-ajaran islam tentang hakikat kemampuan manusia untuk
dibina, dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang dijiwai oleh
ajaran islam.[10]
Definisi ini
memberi kesan bahwa filsafat pendidikan islam sama dengan filsafat pada umumnya
yaitu mengkaji tentang berbagai masalah yang berhubungan dengan pendidikan
seperti: manusia sebagai subyek dan obyek pendidikan, kurikulum, metode,
lingkungan, guru dan sebagainya. Bedanya dengan filsafat pendidikan pada
umumnya adalah bahwa di dalam filsafat pendidikan islam semua masalah
kependidikan tersebut selalu didasarkan pada ajaran islam yang bersumberkan
Al-Qur’an dan Hadits. Filsafat pendidikan islam dapat juga dikatakan suatu
upaya menggunakan jasa filsafat yakni berpikir secara mendalam, sistematik,
radikal dan universal tentang masalah-masalah pendidikan, seperti masalah
manusia (anak didik), guru, kurikulum, metode dan lingkungan dengan menggunakan
Al-Qur’an dan hadits sebagai dasar acuannya. Dengan demikian acuan filsafat
pendidikan islam secara singkat adalah yang berlandaskan ajaran islam atau yang
dijiwai oleh ajaran islam bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa
batas etika sebagaimana pemikiran filsafat pada umumnya.[11]
B.
Ruang
Lingkup Kajian Ilmu Pendidikan Islam
Jika diamati
secara seksama, sebenarnya secara sepintas uraian tersebut diatas telah
menunjukkan ruang lingkup filsafat pendidikan islam. Namun demikian secara
lebih khusus lagi nampaknya masalah tersebut perlu dipertegas. Penjelasan
mengenai ruang lingkup ini mengandung indikasi bahwa filsafat pendidikan islam
sebagai suatu disiplin ilmu, mau tidak mau harus menunjukkan dengan jelas
mengenai bidang kajiannya atau cakupan pembahasannya.
Dalam hubungan
dengan hal diatas, kembali dijumpai pendapat Muzayyin Arifin yang menyatakan
bahwa mempelajari filsafat pendidikan islam berarti memasuki arena pemikiran
yang mendasar, sistematik, logis, dan menyeluruh (universal) tentang
pendidikan, yang tidak hanya dilatarbelakangi oleh pengetahuan agama islam saja
melainkan menuntut kita untuk mempelajari ilmu-ilmu yang relevan. Pendapat ini
memberi petunjuk bahwa ruang lingkup filsafat pendidikan islam adalah
masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan, seperti masalah tujuan
pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode dan lingkungan. Bagaimanakah semua
masalah tersebut disusun tentu saja harus ada pemikiran yang
melatarbelakanginya. Pemikiran yang melatarbelakanginya itu disebut pendidikan
islam. Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan islam seseorang akan
diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep guru yang baik, konsep
kurikulum dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik, logis,
radikal dan universal berdasarkan tuntutan ajaran islam, khususnya berdasarkan
Al-Qur’an dan hadist. Dalam hubungan ini seseorang yang mengkaji filsafat
pendidikan islam, disamping harus menguasai masalah filsafat dan pendidikan
pada umumnya, juga perlu menguasai secara mendalam kandungan Al-Qur’an dan
hadist dalam hubungannya dengan membangun pemikiran filsafat pendidikan islam.
Dengan kata lain seorang pemikir filsafat pendidikan islam adalah orang yang
menguasai dan menyukai filsafat dan pendidikan secara mendalam, juga sekaligus
harus berjiwa islam.
Dalam hubungan dengan
ruang lingkup filsafat pendidikan islam ini, Muzayyin Arifin lebih lanjut
mengatakan bahwa ruang lingkup pemikirannya bukanlah mengenai hal-hal yang
bersifat teknis operasional pendidikan, melainkan segala hal yang mendasari
serta mewarnai corak sistem pemikiran yang disebut filsafat itu. Dengan
demikian, secara umum ruang lingkup pembahasan filsafat pendidikan islam ini
adalah pemikiran yang serba mendalam, mendasar, sistematis, terpadu, logis,
menyeluruh dan universal mengenai konsep-konsep tersebut mulai dari perumusan
tujuan pendidikan, kurikulum, guru, metode, lingkungan dan sebagainya.[12]
C.
Alasan
Pentingnya Mempelajari Ilmu Pendidikan Islam
Setiap ilmu sudah pasti memiliki kegunaan termasuk juga ilmu
filsafat pendidikan Islam. Menurut Omar Mohammad al-Taomy al- Syaibany
mengemukakan tiga manfaat dari mempelajari filsafat pendidikan Islam tersebut[13]
sebagai berikut:
1.
Filsafat pendidikan itu dapat menolong para perancang
pendidikan dan orang-orang yang melaksanakannya dalam suatu negara untuk membentuk
pemikiran sehat terhadap sistem pendidikan. Disamping itu, ia dapat menolong
terhadap tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta meningkatkan mutu
penyelesaian masalah pendidikan dan peningkatan tindakan, pelaksanaan
pendidikan, cara mengajar dan keputusan
termasuk rancangan-rancangan pendidikan mereka.
2.
Filsafat pendidikan dapat menjadi asas yang terbaik untuk
penilaian pendidikan dalam arti yang menyeluruh. Penilaian pendidikan itu
dianggap persoalan yang perlu bagi setiap pengajaran yang baik. Dalam
pengertian yang terbaru, penilaian pendidikan meliputi segala usaha dan
kegiatan yang dilakukan oleh sekolah, institusi-institusi pendidikan secara
umum untuk mendidik angkatan baru dan warga negara dan segala yang berkaitan
dengan itu.
3.
Filsafat pendidikan Islam akan menolong dalam memberikan
pendalaman pikiran bagi faktor-faktor spiritual, kebudayaan, sosial, ekonomi,
dan politik di negara kita.
Berdasarkan pada kutipan diatas timbul kesan bahwa kegunaan
dan fungsi filsafat pendidikan Islam adalah sebagai acuan dalam memecahkan
berbagai persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan karena yang
diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu adalah bidang filosofinya yang
menjadi akar dari setiap permasalahan kependidikan. Sehingga mereka akan
memiliki sandaran dan rujukan intelektual yang berguna untuk membela
tindakan-tindakannya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Sedangkan menurut Ahmad D. Marimba, bahwa filsafat
pendidikan dapat menjadi pegangan pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan
generasi-generasi baru yang berkepribadian muslim. Selain itu juga dapat
mendukung pengembangan konsep filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Dengan
demikian pendapat ini lebih mengorientasikan filsafat pendidikan pada upaya
mendukung tercapainya tujuan pendidikan. Seperti yang dikemukakan oleh Prof.
Mohammad Athiyah Abrosyi dalam kajiannya tentang pendidikan Islam telah
menyimpulkan 5 tujuan yang asasi bagi pendidikan Islam yang diuraikan dalam “ At
Tarbiyah Al Islamiyah Wa Falsafatuha “ yaitu :
- Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia. Islam menetapkan bahwa pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam.
- Persiapan untuk kehidupan dunia dan kehidupan akhirat. Pendidikan Islam tidak hanya menaruh perhatian pada segi keagamaan saja dan tidak hanya dari segi keduniaan saja, tetapi dia menaruh perhatian kepada keduanya sekaligus.
- Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajaran dan memuaskan untuk mengetahui dan memungkinkan ia mengkaji ilmu bukan sekedar sebagai ilmu. Dan juga agar menumbuhkan minat pada sains, sastra, kesenian, dalam berbagai jenisnya.
- Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis, dan perusahaan supaya ia dapat mengusai profesi tertentu, teknis tertentu dan perusahaan tertentu, supaya dapat ia mencari rezeki dalam hidup dengan mulia di samping memelihara dari segi kerohanian dan keagamaan.
- Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan. Pendidikan Islam tidaklah semuanya bersifat agama atau akhlak, atau sprituil semata-mata, tetapi menaruh perhatian pada segi-segi kemanfaatan pada tujuan-tujuan, kurikulum, dan aktivitasnya. Tidak lah tercapai kesempurnaan manusia tanpa memadukan antara agama dan ilmu pengetahuan.[14]
Dan selanjutnya, Muzayyin Arifin
menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan Islam itu seharusnya bertugas dalam 3
dimensi, yakni:
a. Memberikan landasan dan sekaligus
mengarahkan kepada proses pelaksanaan pendidikan yang berdasarkan Islam
b. Melakukan kritik dan koreksi terhadap proses
pelaksanaan pendidikan tersebut
c. Melakukan evaluasi terhadap metode
yang digunakan dalam proses pendidikan tersebut
Dengan demikian, jika dijumpai
permasalahan yang terdapat dalam bidang pendidikan, maka cara penyelesaiannya
yang ideal dan komprehensif harus dimulai dari tinjauan filosofisnya, karena
pemecahan yang ditawarkan filsafat pendidikan ini sifatnya menyeluruh,
komprehensif, mendasar, dan sistematis, sebagaimana hal itu menjadi ciri khas dari pemikiran
filsafat.
D.
Persamaan
dan Perbedaan Antara Pendidikan dengan Pendidikan Islam
1. Persamaan
Dari segi masyarakat, pendidikan
berarti pewaris atau pemindahan nilai-nilai intelek, seni, politik, ekonomi,
agama, dan lain-lain. dari segi pandang individu pendidikan berarti
pengembangan potensi-potensi manusia.
Dengan demikian maka pendidikan
apapun yang dilakukan, senantiasa melibatkan masyarakat dan semua perangkat
kebudayaan sejalan dengan nilai-nilai
dan pandangan falsafah yang dianutnya. Jika dikatakan bahwa fungsi pendidikan
adalah untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan menyiapkan suatu generasi agar
memiliki dan memainkan peranan tertentu dalam masyarakat, maka sebenarnya tidak
banyak persoalan yang membedakan pendidikan pada umumnya dengan pendidikan
Islam. Sejalan dengan pemikiran di atas maka terlihat adanya persamaan.[15]
2. Perbedaan:
a. Filsafat
pendidikan Islam
1) Sifatnya
theosentris(berkisar&berpusat sekitar Tuhan), artinya bahwa kita belajar
atau mengajar itu harus lillahi ta’ala dengan niat yang ikhlas dengan kata lain
thalabul ilmi lil’ibadah yang mana implikasinya adalah surga dan neraka.Dalam
filsafat pendidikan islam ini dipercayai adanya barokah.
2) Berdasarkan
al qur’an, hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al qur’an dan hadits
3) Meyakini
adanya yang ghoib: bukan hanya sekedar mengajarkan yang ghoib, tetapi juga
bagaimana cara meyakininya, begitu juga pengontekan materi yang tidak ghoib
dengan dengan nilai-nilai ghaibiyah Nya (nilai-nilai ke Esaan Allah).
4) Belajar
mengajar adalah sama dengan ibadah dan selalu dikaitkan dengan pengabdian
kepada Allah. Belajar haruslah jisman, ruhan dan doa. Dengan kata lain dia
adalah orang yang benar-benar hidmad dalam beribadah kepada Allah.
5) Meyakini
adanya kehidupan sebelum dan sesudah mati. Belajar tidak hanya untuk kehidupan
ketika hidup saja, tetapi juga untuk kehidupan sesudah mati.
6) Di
dalam pendidikan terdapat pahala dan dosa
7) Akal
dan ilmu manusia terbatas dan yang tidak terbatas adalah Ilmunya Allah. Akal
dan ilmu manusia bisa berkembang tetapi tetap ada batasnya.
8) Akal
dan ilmu terikat oleh norma dan nilai.
9) Terdapat
hak-hak Tuhan dan manusia lain atas ilmu yang dimiliki seseorang. Ilmu yang
berhubungan dengan hak Tuhan yaitu ilmu untuk diterangkan , sedangkan yang
berhubungan dengan hak manusia yaitu untuk mendapatkan manfaat dari ilmu itu
10) Tujuan
pendidikan adalah terbentuknya insan Kamil. Yaitu manusia yang faham dan bisa
mengaplikasikan hablum minalllah dan hablum minannas. Sehingga mendapatkan
kebahagiaan di dunia dan diakhirat.
11) Evaluasi
oleh diri sendiri dan Tuhan.
b. Filsafat
pendidikan
1) Berdasarkan
pemikiran manusia dari generasi ke generasi.
2) Positivistik,
yang ada dan yang benar adalah yang dapat diamati oleh panca indera.
3) Belajar
mengajar tidak ada hubungannya dengan Tuhan dan agama, tetapi hanya sekedar
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kewajiban sosial.
4) Tidak
membahas kehidupan sebelum dan sesudah mati. Pendidikan hanya untuk kepentingan
hidup di dunia saja.
5) Tidak
dikaitkan dengan pahala dan dosa tetapi hanya berkisar tentang honorium.
6) Akal
manusia tidak terbatas, bahkan manusia dapat mencapai tingkat
setinggi-tingginya.
7) Akal
dan ilmu bebas nilai.
8) Tidak
membahas hak Tuhan, paling tinggi pendidikan didasarkan pada kemanusiaan.
9) Tujuan
pendidikan agar manusia dapat hidup baik, sejahtera dan bahagia di dunia.
Dari pemahaman ini
dapat disimpulkan, bahwa antara filsafat pendidikan barat dan Islam disamping
memiliki persamaan juga memiliki perbedaan. Persamaan keduanya memperhatikan
peserta didik sebagai humanism dalam aktifitas pendidikan. Sedang perbedaannya
konsep filsafat pendidikan barat berorientasi pada akal sehingga teori-teorinya
mengarah pada socio-antropocentris. Konsep filsafat Pendidikan Islam lebih
berorientasi pada wahyu sehingga teori yang dihasilkan mengarah pada
teori-centris.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat
pendidikan islam pada hakikatnya adalah konsep berfikir tentang kependidikan
yang berlandaskan pada ajaran-ajaran islam tentang hakikat kemampuan manusia
untuk dibina, dikembangkan serta dibimbing menjadi manusia muslim yang dijiwai
oleh ajaran islam.
Ruang lingkup filsafat
pendidikan islam adalah masalah-masalah yang terdapat dalam kegiatan
pendidikan, seperti masalah tujuan pendidikan, masalah guru, kurikulum, metode
dan lingkungan. Bagaimanakah semua masalah tersebut disusun tentu saja harus
ada pemikiran yang melatarbelakanginya. Pemikiran yang melatarbelakanginya itu
disebut pendidikan islam. Karena itu dalam mengkaji filsafat pendidikan islam
seseorang akan diajak memahami konsep tujuan pendidikan, konsep guru yang baik,
konsep kurikulum dan seterusnya yang dilakukan secara mendalam, sistematik,
logis, radikal dan universal berdasarkan tuntutan ajaran islam, khususnya
berdasarkan Al-Qur’an dan hadist.
Kegunaan dan fungsi filsafat pendidikan Islam adalah sebagai
acuan dalam memecahkan berbagai persoalan dalam pendidikan. Hal ini disebabkan
karena yang diselesaikan filsafat pendidikan Islam itu adalah bidang
filosofinya yang menjadi akar dari setiap permasalahan kependidikan. Sehingga
mereka akan memiliki sandaran dan rujukan intelektual yang berguna untuk
membela tindakan-tindakannya dalam bidang pendidikan dan pengajaran.
Persamaannya adalah sama-sama berfungsi untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan menyiapkan suatu generasi agar memiliki dan memainkan
peranan tertentu dalam masyarakat, maka sebenarnya tidak banyak persoalan yang
membedakan pendidikan pada umumnya dengan pendidikan Islam. Sejalan dengan
pemikiran di atas maka terlihat adanya persamaan. Dan perbedaannya adalah jika
pendidikan berorientasi kepada masyarakat luas (Barat) sedangkan filsafat pendidikan islam berdasarkan
al qur’an, hadits dan pemikiran ulama yang didasarkan pada al qur’an dan hadits.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Muzayyin. 1984.
Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara)
Arifin, Muzayyin. 1993.
Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara)
Dewantara, Ki Hajar.
1962. Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa)
Ihsan, Hamdani. 2007. Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
Pustaka Setia)
Marimba, Ahmad D. Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:
al-Ma’arif, 1963)
Nata, Abuddin. 2005. Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Gaya Media Pratama)
Ramayulis. 1998. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam
Mulia)
W.J.S. Poewadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1991), cet 12.
[8]
Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan, (Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962), 166.
[9] Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 1993) h. 16-17
[14] http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/02/makalahfilsafat-pendidikan-islam-pengertian-ruang-lingkup-kegunaan-dan-metode-pengembangan-filsafat/
[15] Ramayulis, Ilmu pendidikan islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 1998), h. 10
[16] http://elfalasy88.wordpress.com/2010/11/30/perbedaan-filsafat-pendidikan-islam-dengan-filsafat-pendidikan-barat/ diakses
pada tanggal 16-04-2012,, jam 10:52