PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan Kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril as dalam bahasa Arab dengan
segala macam kekayaan bahasanya. Di dalamnya terdapat penjelasan mengenai
dasar-dasar aqidah, kaidah-kaidah syariat, asas-asas perilaku, sejarah-sejarah
umat dahulu, dan petunjuk yang dapat menuntun manusia ke jalan yang paling
lurus. Allah tidak menjamin perincian-perincian dalam keterangan-keterangan
diatas sehingga banyak lafal Al-Qur’an yang membutuhkan tafsir, apalagi sering
digunakan susunan kalimat yang singkat namun luas pengertiannya. Dalam lafazh
yang sedikit saja dapat terhimpun sekian banyak makna. Untuk itulah diperlukan
penjelasan yang berupa tafsir Al-Qur’an.
Mempelajari ilmu tafsir Al-Qur’an merupakan suatu
yang sangat diperlukan untuk mengetahui maksud Allah (dalam Al-Qur’an) dan
dalam menafsirkan Al-Quran tentu saja dengan batas kemampuan manusia yang
dimiliki menyangkut perintah dan larangan yang telah disyari’atkan kepada
hamba-hamba-Nya, agar menjalani kehidupan dunia yang lurus dan dapat
mempersiapkan bekal yang cukup untuk akhirat. Juga untuk menyentuh petunjuk
Allah, yang menyangkut masalah akidah, ibadah, dan akhlak dengan harapan
memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Al-Qur’an bagaikan lautan yang keajaiban-keajaibannya
tidak pernah habis dan tidak pernah lapuk dari zaman. Dalam menafsirkan
Al-Quran terdapat beragam metode untuk menafsirkannya. Kitab-kitab tafsir yang
ada sekarang merupakan indikasi kuat yang memperlihatkan perhatian para ulama
untuk menjelaskan ungkapan-ungkapan yang terkandung dalam Al-Quran.
Studi atas hasil karya penafsiran para ulama
sekarang ini, secara umum, menunjukkan bahwa mereka menggunakan metode-metode
penafsiran yang diantaranya adalah metode tahlili, ijmali, muqaran, dan metode maudhu’i.
Penulis akan menjelaskan metode tafsir tahlili mengingat pentingnya metode ini
untuk diketahui oleh siapa saja yang hendak menafsirkan Al-Qur’an.
2.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang di
Maksud dengan Metode Tafsir Al-Quran?
2.
Bagaimanakan
Pengertian Tafsir Tahlili?
3.
Apa sajakah
Macam-Macam Tafsir Tahlily?
4.
Apakah kelebihan
dan kekurangan Tafsir Tahlili?
3.
Tujuan
1.
Memahami
pengertian Metode Tafsir Al-Quran.
2.
Memahami Makna
Tafsir Tahlili.
3.
Mengetahui
Macam-Macam Tafsir Tahlili.
4.
Mengerti Kelebihan
dan Kekurangan Tafsir Tahlili
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Metode Tafsir Al-Quran
Kata metode
dalam kamus besar bahasa Indonesia diadopsi dari kata methodos dalam bahasa
Yunani. Kata tersebut terdiri dari dua kata yakni metha, yang berarti menuju,
melalui, mengikuti, dan kata hodos yang berarti jalan, perjalanan, cara, arah.
Kata methodos sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesa ilmiah,
uraian ilmiah.[1]
Dalam bahasa Inggris, kata tersebut ditulis dengan method dan dalam bahasa Arab
diterjemahkan dengan manhaj atau thariqah. Dalam bahasa Indonesia
kata tersebut mengandung arti cara yang teratur terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan juga lainnya), cara kerja yang
bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan untuk mencapai sesuatu
yang ditentukan.[2]
Dalam hal
ini, metode merupakan salah satu sarana terpenting untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dengan demikian, studi tafsir Al Qur'an tidak terlepas dari
metode penafsiran, yakni cara sistematis untuk mencapai pemahaman yang benar
tentang maksud Allah di dalam Al Qur'an, baik yang didasarkan pada pemakaian
sumber-sumber penafsirannya, sistem penjelasan tafsiran-tafsirannya, keluasan
kejelasan tafsiranny maupun yang didasarkan pada sasaran dan sistematika ayat
yang ditafsirkannya.
Pernyataan
segaligus definisi diatas, secara implisit, memberikan indikasi bahwa metode
mengandung seperangkat kaedah dan aturan yang harus diperhatikan oleh mufassir
agar terhindar dari kesalahan dan penyimpangan dalam menafsirkan Al Qur'an.[3]
Secara
etimologi tafsir adalah menjelaskan dan menerangkan serta menyatakan. Dan
menurut istilah banyak pendapat ulama dalam mendefinisikannya diantaranya
adalah;
1. Al Kilbiy dalam at Tashiel menyatakan:
Tafsir
ialah: Mensyarahkan Al Qur'an, menerangkan maknanya dan menjelaskan apa yang
dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya, atau dengan najuannya.
2. Zarkasiy dalam al Burhan mendefinisikan
tafsir dengan
Tafsir
adalah menerangkan makna-makna Al Qur'an dan mengeluarkan hukum-hukumnya dan
hikmah-hikmahnya.
- Al Jurjaniy
berkata:
التفسير في الاصل الكشف والاظهار, وفي الشرعي توضيخ معني
الاية, شأنها وقصّتها والسبب الذي نزلت فيه بلفظ او يدل عليه دلالة ظاهرة.[6]
Tafsir pada
asalnya adalah membukan dan menzahirkan. Pada istilah syara’ ialah menjelaskan
makna ayat, urusannya, kisahnya dan sebeb yang karenanya diturunkan ayat,
dengan lafaz yang menunjuk kepadanya secara jelas.
B.
Metode
Tafsir Tahlili
Metode Tahlili adalah metode
menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan
berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an.. Tafsir
ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari
awal hingga akhir sesuai dengan susunan mushaf Al-Qur’an, menjelaskan kosa
kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat
lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak ketinggalan
pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat
tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi SAW, sahabat, para tabi’in maupun
ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fikih, dalil
syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bukunya (Sejarah Ulumul Qur’an), Azumardy Azra menjelaskan bahwa tafsir tahlili
(analitis) atau yang juga disebut dengan tafsir tajzi’i merupakan suatu
metode yang bermaksud menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Al Qur'an
dari seluruh sisinya, sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam
tafsir ini ayat ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan
corak ma’tsur maupun ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun
nuzul, munasabah ayat dan juga makna harfiyah setiap kata.[7]
Seorang mufassir tersebut
bermaksud menjelaskan ayat-ayat Al Qur'an secara terperinci dan jelas. Metode
tafsir ini dilakukan sesuai dengan susunan ayat demi ayat atau surat demi surat
sebagaimana termaktub dalam mushaf Usmaniy. Tujuan utama metode tafsir ini
adalah untuk mengungkapkan maksud-maksud dari ayat tersebut dan tunjukannya.
Seorang mufassir akan memaparkan lafaz dari segi bahasa Arab, penggunaannya,
kesesuaian ayat dengan ayat serta tempat dan juga sebab turunnya ayat tersebut
jika memang ada. Mufassir akan menguraikan fasahah, bayan, i’jaz dan maksud
syariat dibelakang nas dan sebagainya. dalam menafsirkan ayat demi ayat,
seorang mufassir sering mengutip ayat Al Qur'an, hadist Rasulullah SAW, serta
perkataan sahabat dan para tabiin.
Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode ini diantaranya adalah;
1. Tafsir Jami al Bayan fi
Tafsir Al Qur'an al Karim oleh Abu
Ja’far Muhammad bin Jarir at Thabariy.
2. Tafsir Al Qur'an al Azhim oleh Ibnu Katsir.
3. Tafsir Mafatih al Ghaib oleh Fakhru Raziy.
C.
Macam-Macam
Metode tahlili
Dalam
mengkaji Al-Qur’an juga dikenal beberapa macam metode tafsir salah satunya
adalah Metode Tafsir Tahlili. Para ulama membagi wujud tafsir Al-Qur’an dengan
metode tahlili kepada tujuh macam, yaitu: tafsir bi-al ma’tsur, tafsir bi
al-ra’yi, tafsir shufi, tafsir falsafi, tafsir fiqhi, tafsir ilmi dan tafsir
adabi.
Dibawah ini dijelaskan secara ringkas ketujuh macam
metode tahlili tersebut dalam menafsirkan ayat-ayat suci Al-Qur’an.
1. Tafsir bi
al-Ma’tsur (Riwayat)
Dinamai dengan nama ini (dari kata atsar yang
berarti sunnah, hadits, jejak, peninggalan) karena dalam melakukan penafsiran
seorang mufassir menelusuri jejak atau peninggalan masa lalu dari generasi
sebelumnya terus sampai kepada Nabi SAW. Tafsir bi al-Matsur adalah penjelasan
Al-Qur’an sendiri, dari Rasulullah SAW yang disampaikan kepada para sahabat,
dari para sahabat berdasarkan ijtihadnya, dan dari para tabi’in juga
berdasarkan ijtihadnya.
Adapun pengertian yang lainnya adalah tafsir yang
berdasarkan pada kutipan-kutipan yang shahih yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan
Al-Qur’an, Al-Qur’an dengan sunnah karena ia berfungsi sebagai penjelas
Kitabullah, dengan perkataan sahabat karena merekalah yang dianggap paling
mengetahui kitabullah, atau dengan perkataan tokoh-tokoh besar tabi’in karena
mereka pada umumnya menerimanya dari para sahabat.
2. Tafsir bi Ar-Ra’yi
(Pemikiran)
Tafsir bi ar-ra’yi adalah menafsirkan al-Qur’an
dengan cara ijtihad setelah mufasir bersangkutan mengetahui metode bantuan yang
digunakan seperti syi’ir Jahiliyyah, asbab an-nuzul, nasikh-mansukh, dan
lainnya.[9]
Munculnya corak tafsir ini seiring dengan
perkembangan ilmu-ilmu keislaman yang diwarnai kemunculan ragam disiplin ilmu,
karya-karya para ulama, aneka warna metode penafsiran, dan pakar-pakar di
bidangnya masing-masing. Dengan bantuan ilmu-ilmu bahasa Arab, ilmu qiraah, ilmu-ilmu
Al-Qur’an, hadits dan ilmu hadits, ushul fikih dan ilmu-ilmu lain, seorang
mufassir akan menggunakan kemampuan ijtihadnya untuk menerangkan maksud ayat
dan mengembangkannya sesuai bidang kemampuan masing-masing dengan bantuan
perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan yang ada.
Beberapa tafsir bir ra’yi yang terkenal antara lain:
Tafsir Al Jalalain (karya Jalaluddin Muhammad Al Mahally dan disempurnakan oleh
Jalaluddin Abdur Rahman As Sayuthi), Anwar At-Tanzil wa Asrar At-ta’wil (karya
Al-Baidhawi), Mafatih Al-Ghaib (karya Fakhr Razi), Madarik At-Tanzil wa Haqa’iq
At-Ta’wil (karya An-Nasafi), Lubab At-Ta’wil fi Ma’ani At-tanzil (karya Al
Khazin)[10]
3. Tafsir shufi
Tafsir shufi sebut juga dengan tafsir Isyari yaitu penafsiran
orang-orang sufi terhadap al-Qur’an yang bermula dari anggapan bahwa riyadhah
(latihan) rohani yang dilakukan seorang sufi bagi dirinya akan menyampaikan ke
suatu tingkatan di mana ia dapat menyingkapkan isyarat-isyarat kudus yang
terdapat di balik ungkapan-ungkapan al-Qur’an dan akan tercurah pula ke dalam
hatinya dari limpahan ghaib.
Menurut Rosihan Anwar tafsir sufi dapat
diterima jika memenuhi syarat-syarat berikut ini:
a.
Tidak
menafikan makna lahir (pengetahuan tekstual) Al-Qur’an.
b.
Penafsiran
diperkuat oleh dalil syara’ yang lain.
c.
Penafsirannya
tidak bertentangan dengan syara’ atau rasio.
d.
Penafsiran
tidak mengakui bahwa hanya penafsirannya (batin) itulah yang di kehendaki oleh
Allah SWT, bukan pengertian tekstualnya. Sebaliknya, ia harus mengakui
pengertian tekstual ayat terlebih dahulu.[11]
4.
Tafsir Falsafi
Pendekatan tafsir falsafi atau
pendekatan filosofis adalah upaya-upaya penafsiran dan pemaknaan terhadap
ayat-ayat Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filosofis. Dalam faktanya,
penafsiran ini dilakukan setelah buku-buku filsafat yunani kuno banyak yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Selain itu juga dikarenakan banyak tokoh
Islam yang berhasil mempelajari dan mengembangkan teori filsafat Yunani kuno
yang dirasakan serasi dan sesuai dengan tuntunan agama, atau usaha-usaha
penafsiran ayat tertentu dalam Al-Qur’an dengan menggunakan analisis disiplin
Ilmu-Ilmu Filsafat.
Adapun upaya yang ditempuh untuk
menafsirkan Al-Qur’an dengan menggunakan pendekatan filosofis adalah : Pertama,
dengan mentakwilkan teks-teks keagamaan (Al-Qur’an) dengan menggunakan berbagai
pandangan dan teori filsafat.
Paradigma atau asumsi-asumsi dasar
mengenai tafsir falsafi adalah sebagai berikut :
a.
Ayat-ayat
Al-Qur’an yang memiliki banyak kata atau ada kata-kata tertentu dalam Al-Qur’an
yang dapat ditafsirkan dan kemungkinan besar sejalan dengan teori-teori filsafat.
b.
Ada
sebagian orang yang merasa kagum atas teori-teori filsafat dan merasa mampu
untuk mengkompromikan antara hikmah dan akidah dan antara filsafat dengan
agama.
Pada saat ilmu-ilmu agama dan sain
mengalami kemajuan, kebudayaan-kebudayaan Islam berkembang di wilayah-wilayah
kekuasaan Islam dan penerjemahan buku-buku asing ke dalam bahasa Arab
digalakkan pada masa khalifah Abbasiyah, diantara buku-buku yang diterjemahkan
adalah buku-buku karangan para filosuf seperti Aristoteles dan Plato. Pada
perkembangan selanjutnya para ulama tafsir mencoba memahami Al-Qur’an dengan
metode filsafat tersebut, maka lahirlah metode falsafi.
5.
Tafsir Fiqhi
Tafsir Fiqhi adalah corak tafsir yang
lebih menitik beratkan kepada pembahasan masalah-masalah fiqhiyyah dan
cabang-cabangnya serta membahas perdebatan/perbedaan pendapat seputar
pendapat-pendapat imam madzhab. Tafsir fiqhi ini juga dikenal dengan tafsir
Ahkam, yaitu tafsir yang lebih berorientasi kepada ayat-ayat hukum dalam
al-Qur,an (ayat-ayat ahkam). Tafsir fiqhi lebih populer dengan sebutan tafsir
ayat ahkam atau tafsir ahkam karena lebih berorientasi pada ayat-ayat hukum
dalam alqur’an.
6. Tafsir
Ilmi
Tafsir ilmi adalah
tafsir yang berbicara tentang istilah-istilah sains yang terdapat dalam
al-Qur’an dan berusaha sungguh-sungguh untuk menyimpulkan berbagai ilmu dan
pandangan filosofis dari istilah-istilah Al-Qur’an. Jadi tafsir ini dapat
memahami redaksi-redaksi al-Qur’an dalam sinaran kepastian oleh sains modern
serta menyingkap kemukjizatannya dari sisi bahwa al-Qur’an telah membuat
informasi-informasi sains yang amat dalam dan belum dikenal oleh manusia pada
masa turunnya al-qur’an sehingga ini menunjukkan bukti lain akan kebenaran
fakta bahwa al-Qur’an itu bukan karangan manusia, namun ia bersumber dari Allah
SWT, pencipta dan pemilik alam semesta ini.
Timbulnya
tafsir
ilmi adalah salah satu bentuk keragaman ilmu pengetahuan. Fokus tafsir ilmi
adalah menafsirkan ayat-ayat yang Kauniah dengan bertolak dari
proposisi pokok-pokok bahasan ayat-ayat al-Qur’an dari kapasistas keilmuan yang
mufassir miliki dan penafsiran dilakukan dengan pengamatan langsung terhadap
fenomena-fenomena alam.
D.
Kelebihan dan
Kekurangan Metode Tahlili
1.
Kelebihan Mtod
Tafsir Tahlili
a.
Ruang Lingkup
Yang Luas
Metode analitis mempunyai ruang lingkup yang teramat
luas. Metode ini dapat digunakan oleh mufasir dalam dua bentuknya : ma’tsur dan
ra’yi. Bentuk al-ra’yi dapat lagi dikembangkan dalam berbagai corak penafsiran
sesuai dengan keahlian masing-masing mufasir. Ahli bahasa, misalnya mendapat
peluang yang luas untuk menafsirkan Al-Qur’an dari pemahaman kebahasaan,
menjadikan qiraat sebagai titik tolak dalam penafsirannya. Demikian pula ahli
filsafat, kitab tafsirnya di dominasi oleh pemikiran-pemikiran filosofis.
Dengan demikian metode ini dapat menampung berbagai ide dan gagasan dalam upaya
menafsirkan Al-Qur’an.
b.
Memuat Berbagai
Ide
Pola penafsiran metode ini dapat menampung berbagai
ide yang terpendam di dalam benak mufasir, bahkan sampai ide-ide jahat dan
ekstrim pun dapat ditampungnya.
2.
Kekurangan Metode Tafsir Tahlili
a.
Menjadikan
Petunjuk Al-Qur’an Parsial atau Terpecah-Pecah
Al-Qur’an yang ditafsirkan seakan-akan tidak
konsisten, padahal yang tidak konsisten itu penafsirannya, bukan Al-Qur’annya.
Ini terjadi kemungkinan besar dikarenakan mufasir kurang memperhatikan
ayat-ayat lain yang mirip atau sama dengannya. Karena dalam metode ini tidak
diharuskan bagi mufasir untuk membandingkan penafsiran suatu ayat dengan ayat
yang lain sebagaimana yang diutamakan dalam metode komparatif.
b.
Melahirkan
Penafsiran Subjektif
Para mufasir yang telah diberikan kebebasan dalam
menyampaikan ide-ide dan pemikirannya, secara tidak sadar bahwa ia telah
menafsirkan secara subjektif, bahkan menafsirkan sesuai dengan hawa nafsunya
tanpa mengindahkan kaidah-kaidah yang berlaku. Sikap subjektif itu muncul
berawal dari fanatisme mazhab yang terlalu mendalam. Karena yang terpenting
dari mereka adalah mencari legitimasi kepada Al-Qur’an untuk membenarkan
pemikiran dan tindakan, serta sekaligus untuk meyakinkan para pengikut mereka
bahwa ajaran yang mereka kembangkan adalah benar.
c.
Masuk pemikiran
israiliat
Sebenarnya kisah-kisah israiliat tidak ada
persoalan, selama tidak dikaitkan dengan Al-Qur’an. Tetapi bila dihubungkan
dengan dengan pemahaman kitab suci, timbul problema karena akan terbentuk opini
bahwa apa yang dikisahkan di dalam cerita itu lagi, itu adalah petunjuk Allah
SWT, padahal belum tentu cocok dengan yang dimaksudkan Allah SWT di dalam
firman-Nya tersebut. Kisah tersebut bisa masuk ke dalam tafsir tahlili kerena
metodenya memang membuka pintu untuk itu.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Metode Tahlili adalah metode
menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan
berbagai seginya dan menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an.. Tafsir
ini dilakukan secara berurutan ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari
awal hingga akhir sesuai dengan susunan mushaf Al-Qur’an, menjelaskan kosa
kata, konotasi kalimatnya, latar belakang turunnya ayat, kaitannya dengan ayat
lain, baik sebelum maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak ketinggalan
pendapat-pendapat yang telah diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat
tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi SAW, sahabat, para tabi’in maupun
ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang dikehendaki, sasaran yang dituju
dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, balaghah, dan keindahan susunan
kalimat, menjelaskan apa yang dapat diambil dari ayat yaitu hukum fikih, dalil
syar’i, arti secara bahasa, norma-norma akhlak dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam bukunya (Sejarah Ulumul Qur’an), Azumardy Azra menjelaskan bahwa tafsir tahlili (analitis) atau yang juga
disebut dengan tafsir tajzi’i merupakan suatu metode yang bermaksud
menjelaskan dan menguraikan kandungan ayat-ayat Al Qur'an dari seluruh sisinya,
sesuai dengan urutan ayat di dalam suatu surat. Dalam tafsir ini ayat
ditafsirkan secara komprehensif dan menyeluruh baik dengan corak ma’tsur maupun
ra’yi. Unsur-unsur yang dipertimbangkan adalah asbabun nuzul, munasabah ayat
dan juga makna harfiyah setiap kata.
Dalam
mengkaji Al-Qur’an juga dikenal beberapa macam
metode tafsir salah satunya adalah Metode Tafsir Tahlili. Para ulama membagi
wujud tafsir Al-Qur’an dengan metode tahlili kepada tujuh macam, yaitu: tafsir
bi-al ma’tsur, tafsir bi al-ra’yi, tafsir shufi, tafsir falsafi, tafsir fiqhi,
tafsir ilmi dan tafsir adabi
1.
Kelebihan dan
Kekurangan Metode Tahlili
Ø Kelebihan
Metode Tafsir Tahlili
·
Ruang Lingkup
Yang Luas
·
Memuat Berbagai
Ide
Ø Kekurangan
Metode Tafsir Tahlili
·
Menjadikan
Petunjuk Al-Qur’an Parsial atau Terpecah-Pecah
·
Melahirkan
Penafsiran Subjektif
·
Masuk pemikiran
israiliat
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi, Abdul Hayy 2002. Metode Tafsir
Maudhu’i Dan Cara Penerapannya, cet. 2. Pustaka Setia : Bandung.
Anwar, Dr.Rosihan M.Ag, 2005. Ilmu Tafsir, Pustaka
Setia:Bandung.
Azra, Azyumardi,
Prof. Dr. 1999. Sejarah Ulumul Qur’an, Pustaka Firdaus : Jakarta.
Baker, Anton, 1984.
Metode-metode Filsafat, Ghalia Indonesia : Jakarta.
diakses
melalaui internet melalui situs www.id.wikipedia.org.
H Muhammad Amin Suma, 2001. Studi
Ilmu-ilmu Al Qur'an 2, Pustaka Firdaus : Jakarta.
M. Hasybiy as Shiddiqiy, 1992. Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur'an dan Tafsir. Bulan Bintang : Jakarta.
Supiana dan M. Karman, 2002.
Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir, Pustaka Islamika :
Bandung.
Tim Penyusun, 1988.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka : Jakarta.
[3] Supiana dan M. Karman, Ulumul Qur’an dan Pengenalan Metodologi Tafsir,
(Pustaka Islamika : Bandung, 2002), hal. 302.
[4] M. Hasybiy as Shiddiqiy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur'an dan Tafsir,
(Bulan Bintang, Jakarta, Indonesia) 1992. hal. 178.
[9] DR. Abdul Hayy
Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i Dan Cara Perepannya, (CV. Pustaka
Setia : Bandung), cet.2., hlm. 26.
[10] diakses
melalaui internet melalui situs www.id.wikipedia.org
yang ditulis diambil dari buku DR. Ahmad Kamal Al-Mahdi, Ayat Al-Qasam fi
Al-Qur’an, hlm. 4
[11] Dr.Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu Tafsir, (Pustaka Setia:Bandung,
2005), hlm.167
Best Casinos Near Bellagio, CA - Mapyro
BalasHapusBellagio Hotel Casino and Spa. 1. Bellagio Way. Bellagio, 공주 출장마사지 CA 91301. Directions · 대전광역 출장안마 (800) 852-7500. Call Now · More Info. Hours, Accepts Credit Cards, Parking.Room Windows: 논산 출장안마 Windows Do OpenCheck In: 11:00am - 3:00pmNon 당진 출장마사지 Smoking Rooms: 2700 Rating: 4 · 14 votes · 부산광역 출장마사지 Price range: $$$