Senin, 01 Agustus 2011

Pernikahan Sirri


 A.      Pengertian Nikah Sirri

1)      Pengertian nikah sirri menurut hukum islam : Nikah sirri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul-’ursy. Nikah siri dalam pandangan agama diperbolehkan sepanjang hal-hal yg menjadi rukun terpenuhi.
2)      Pengertian nikah sirri menurut negara : Pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.[1]
3)      Pernikahan sirri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan istilah-istilah: [2]
Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan ketentuan-ketentuan syariat, pernikahan ini tidak sah menurut islam.
Kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. 
Antara lain yaitu:
1)        Faktor biaya, artinya tidak mampu membayar biaya administrasi pencatatan.
2)        Karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu.
3)        Untuk kalangan kelas menengah ke bawah, hal tersebut di pengaruhi dengan keterbatasan pengetahuan mengenai hukum.
4)        Untuk kalangan menengah ke atas mandalilkan takut akan dosa dan zina
5)        Karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.
B.       Nikah Siri Menurut Islam
Nikah sirri menurut islam diperbolehkan asal Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali.Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;[3]
لا نكاح إلا بولي
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].
Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:
أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل
“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].
Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها
”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)
Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.[4]

C.      Landasan Terkait Catatan Pernikahan[5]
Pertama, pada dasarnya  fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya.
Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara.
Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt;[6]
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ .....
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar......(QS Al- Baqarah :2):
Ketiga,[7] dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya.
Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya.
Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy.Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda;
حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim][8]
D.      Nikah Siri Menurut Hukum Negara
RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dokumen resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah masyarakat.[9]
Pasal 143 Rancangan Undang-Undang
Pasal 143 RUU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.
Pasal 144 Rancangan Undang-Undang
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.[10]

E.       Dampak Positif dan Negatif Nikah Siri
Pernikahan siri ini mempunyai beberapa dampak positif dan dampak negative.antara lain:[11]
Dampak Positif :
1)             Meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain.
2)             Mengurangi Beban atau Tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Dampak Negatif :[12]
1)             Akan banyaknya perselingkuhan.
2)             Akan ada banyak kasus Poligami yang akan terjadi.
3)             Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak nikah sirri baik di mata Hukum Indonesia. maupun di mata masyarakat sekitar.
4)             Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena nikah sirri dianggap sebagai Pelampiasan Nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki.
Maka dengan demikian jika dilihat dari dampak – dampak yang ada, semakin terlihat bahwasannya nikah siri lebih banyak membawa dampak negative di banding dampak positifnya. Serta Akibat hokum dari nikah siri itu sendiri :
1)             Sebagai seorang istri kita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin.
2)             Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang dianggap nikah siri itu, akan terkatung-katung.Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran. Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran,”
3)             Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin,slamet,Aminuddin,1999,Fiqih Munakahat, Pustaka Setia,Bandung.
Hamid,Andi,1996,Beberapa hal baru tentang Peradilan Agama dan Bidangnya, Sinar grafika,Jakarta.
Susanto,Happi,2009,Akibat Pernikahan Sirri, Jakarta: Visi Medinia.tt
Team forum guru bina PAI MA, Memahami fiqih, Akik pustaka,tt




Tidak ada komentar:

Posting Komentar