Jumat, 13 Juni 2014

PERADAPAN PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR DAN UMAR BIN KHATTAB


A.    PERADABAN ISLAM PADA MASA ABU BAKAR AS-SHIDDIQ
1.    Biografi Abu Bakar As-Shiddiq (11-13 H/632-634 M)
Abu Bakar, nama lengkapnya ialah Abdullah bin Abi Quhafa At-Tammi. Di zaman pra Islam bernama Abdul Ka’bah, kemudian diganti oleh Nabi menjadi Abdullah. Ia termasuk salah seorang sahabat yang utama. Julukannya adalah Abu Bakar (Bapak Pemagi) karena dari pagi-pagi betul (Orang yang paling awal) memeluk Islam. Gelarnya Ash-Shiddiq diperolehnya karena ia dengan segera membenarkan nabi dalam berbagai pristiwa, terutama Isra’ dan Mi’raj.[1]
Abu Bakar dilahirkan pada tahun 573 M. Dilahirkan pada lingkungan yang berpengaruh dan melahirkan tokoh-tokoh besar. Ayahnya bernama Abu Quhaffah bin Utsman. Sedangkan Ibunya bernam Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr.[2]
Abu Bakar terkenal sebagai seorang yang berprilaku terpuji dan terkenal sebagai seorang yang menjaga kehormatan diri. Dia tidak pernah minum arak yang sangat membudaya pada zaman Jahiliyah. Dia terkenal sebagai orang yang bergegas meninggalkan dunia dagang untuk memusatkan diri dalam kegiatan dakwah Islamiyah bersama Rasulullah. Iman Abu Bakar kepada Rasulullah sangat kuat, mengingat dia adalah sahabat beliau sejak kecil. Dialah sahabat yang menemani Nabi Muhammad hijrah ke Madinah bersembunyi di suatu gua di bukit tsur dan dialah yang di maksud dalam firman Allah:[3]
žwÎ) çnrãÝÁZs? ôs)sù çnt|ÁtR ª!$# øŒÎ) çmy_t÷zr& tûïÏ%©!$# (#rãxÿŸ2 šÎT$rO Èû÷üoYøO$# øŒÎ) $yJèd Îû Í$tóø9$# øŒÎ) ãAqà)tƒ ¾ÏmÎ7Ås»|ÁÏ9 Ÿw ÷btøtrB žcÎ) ©!$# $oYyètB ( .....
“Jikalau kamu tidak menolongnya maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkan-nya (dari Mekah) sedang  dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.”[4]

Maksudnya yakni ketika orang-orang kafir telah sepakat hendak membunuh Nabi saw, Maka Allah swt. memberitahukan maksud jahat orang-orang kafir itu kepada Nabi saw. karena itu maka beliau keluar dengan ditemani oleh Abu Bakar dari Mekah dalam perjalanannya ke Madinah beliau bersembunyi di suatu gua di bukit Tsur.[5]
Ketika Rasulullah menetap di Madinah, Abu Bakar adalah tangan kanan beliau. Sesungguhnya Abu Bakar adalah seorang yang telah berbagi suka dan duka bersama Rasulullah. Dia telah berbagi rasa bersama beliau dalam merasakan derita pahitnya hidup termasuk dalam menikmati manisnya kemenangan dan keberuntungan. Dia adalah seorang sahabat setia yang selalu ada bersama beliau laksana bayang-bayang yang tak pernah terpisahkan dari si empunya bayang-bayang.[6]
2.    Pembaiatan Abu Bakar
Rasulullah tidak meninggalkan pesan kepada seorang juga dari para sahabatnya tentang siapa yang menjadi pemimpin atau memimpin kaum muslimin sepeninggalnya. Beliau membiarkan masalah kepemimpinan kaum muslimin berdasarkan hasil musyawarah di antara mereka sendiri.
Ketika berita wafat Rasulullah tersiar, berkumpullah kaum anshar di rumah bani Sa’adah di Madinah. Mereka bermaksud hendak membai’at seseorang dari kaum anshar, yakni Sa’ad bin ubadah seorang peminpin kaum khajraj, untuk menjabat khalifah. Kemudian sekelompok dari kaum muhajirin mendatangi mereka. Dalam pertemuan ini hampir saja terjadi sengketa sengit antara kelompok anshar dan muhajirin. Kalau saja Abu Bakar tidak bangkit untuk berpidato seranya mengemukakan argumentasi kepada mereka bahwa urusan khilafah adalah hak kaum quraisy dan permasalahan bangsa arab tidak akan berjalan dengan mulus kecuali bila kepemimpinan dijabat oleh orang-orang quraisy, niscaya sengketa di antara dua kelompok tersebut akan berbuah kerusuhan. Seperti dalam sabda Nabi saw. Yakni ( اَلْاَ ئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ ).
Hadis tentang kepemimpinan dari Quraisy dapat ditemukan dalam kitab hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Imam Muslim, Imam Tirmidzi, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Salah satu hadis tersebut adalah hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal sebagai berikut :
حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ سَهْلِ أَبِي الْأَسَدِ عَنْ بُكَيْرٍ الْجَزَرِيِّ عَنْ أَنَسٍ قَالَ كُنَّا فِي بَيْتِ رَجُلٍ مِنْ الْأَنْصَارِ فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَتَّى وَقَفَ فَأَخَذَ بِعِضَادَةِ الْبَابِ فَقَالَ الْأَئِمَّةُ مِنْ قُرَيْشٍ وَلَهُمْ عَلَيْكُمْ حَقٌّ وَلَكُمْ مِثْلُ ذَلِكَ مَا إِذَا اسْتُرْحِمُوا رَحِمُوا وَإِذَا حَكَمُوا عَدَلُوا وَإِذَا عَاهَدُوا وَفَّوْا فَمَنْ لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ مِنْهُمْ فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ.
“Waki’menceritakan kepada kami (berkata) al-A’masy menceritakan kepada kami (yang berasal) dari Sahl Abi al-Asad (yang bersumber) dari Bukair al-Jazari (yang berasal) dari anas berkata : Kami (ketika) berada di rumah salah seorang sahabat Anshar, Nabi saw datang hingga berhenti kemudian memegang tiang pintu lalu bersabda :”Para imam (pemimpin) adalah dari Quraisy, Mereka memiliki hak atas kamu, dan kamu memiliki hal yang sama. Ketika kamu minta belas kasih mereka memberi belas kasih. Ketika mereka memerintah, mereka adil, dan ketika mereka berjanji, mereka menetapi. Barang siapa dari mereka yang tidak berbuat demikian maka laknat Allah dan Malaikat dan seluruh menusia untuk dia.”

Dalam pidato tersebut Abu Bakar mengingatkan kaum anshar bahwa bila kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari suku Aus, niscaya orang-orang khazraj akan bersaing, dan sebaliknya bila kepemimpinan ini dijabat oleh orang dari suku khazraj, niscaya orang-orang Aus akan bersaing. Ketika kaum Anshar teringat atas persaingan dan permusuhan yang terjadi di antara mereka pada zaman jahiliyah dahulu, kemudian mereka sadar dan mau menerima pendapat Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar mencalonkan kepada mereka Umar atau Abu ‘Ubaidah bin Al Jarrah. Tetapi Umar merasa khawatir bila ia membiarkan masyarakat dalam suasana agak memanas sehingga apa yang dikemukakan Abu Bakar akan kehilangan jejaknya dengan sia-sia. Maka bangkitlah Umar menuju Abu Bakar lalu membai’atnya sebagai khalifah, seraya berkata kepadanya: bukankah Nabi telah menyuruhmu, wahai Abu Bakar agar mengimami kaum muslimin dalam shalat? Engkaulah khalifah pengganti dan penerus beliau; kami membaiatmu sehingga kami berarti membai’at sebaik-baik orang yang paling dicintai Rasulullah dari kami semua. Umar dan Abu ubaidah membaiat Abu Bakar setelahnya terlebih dahulu basyir bin sa’ad membaiatnya. Setelah itu, kemudian kaum muhajirin dan kaum anshar berturut-turut membaiatnya. Bai’at As Saqifah  ini dinamai Ba’iat Al Kahshshah, karena baiat tersebut hanya dilakukan sekelompok kecil dari kaum muslimin, yakni hanya mereka yang hadir di As Saqifah saja. Pada keesokan harinya duduklah Abu Bakar di atas mimbar Masjid Nabawi dan sejumlah besar kaum muslimin atau secara umum kaum muslimin membai’atnya.[7]
Sesudah Abu Bakar diangkat menjadi khalifah, beliau berpidato. Dalam pidatonya antara lain:
“Wahai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Maka jikalau aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutlah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah! Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak dari padanya, sedang orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, sehingga saya dapat mengembalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul Nya, tetapi bilamana aku tiada mentaati Allah dan Rasul Nya kamu tak perlu menaatiku.”[8]
3.    Peradaban Islam Pada Masa Abu Bakar
Bahwa diwaktu nabi wafat, agama Islam belum mendalam meresapi sanubari penduduk jazirah arab. Diantara mereka ada yang masuk Islam karena ada beberapa dorongan. Diantaranya:[9]
1)      Ada yang karena takut diperangi kaum muslimin. Sebab dengan melihat kehebatan umat Islam dalam setiap pertempuran, mereka menjadi ngeri. Orang-orang tersebut tidak tahu bahwa perang hanya dilakukan oleh nabi jika diserang saja, atau jika karena terancam keamanan dakwahnya.
2)      Banyak yang masuk Islam karena terpesona oleh kepribadian nabi sehingga keIslaman mereka belum sempat berakar. Akibatnya mereka amat kecewa melihat nabi yang mereka kagumi meninggal dunia.
3)      Juga ada yang bersyahadat hanya karena ingin mendapat kedudukan dan harta rampasan.
Maka pada masa pemerintahan Abu Bakar beliau mengalami beberapa persoalan kritis yang harus ditanggulangi, yakni:[10]
a)      Timbulnya kabilah-kabilah yang merasa tidak terikat lagi dengan politik Madinah sehubungan dengan telah wafatnya Rasulullah.
b)      Munculnya Nabi-nabi palsu
c)      Munculnya orang-orang murtad
d)      Banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat.
Selaku penenggung jawab dakwah Abu Bakar bertekad apa yang pernah digariskan rasulullah dalam masa hidupnya selembar rambutpun tidak boleh dilanggar. Atas prinsip itulah Abu Bakar segera memobilisasi sebelas pasukan yang dipimpin oleh para pahlawan terkenal, seperti khalid bin walid, ikrimmah bin abi jahal, amr bin ‘Ash dan lain-lainnya. Kepada komandan-komandan pasukannya Abu Bakar berpesan agar dicarikan jalan damai lebih dahulu sebelum para pembangkang digempur habis. Misalnya para pemberontak zakat. Beberapa golongan mempunyai pendapat bahwa yang berhak menarik zakat hanyalah Rasulullah.[11]
Demikian pula orang kafir. Mereka yang mengaku nabi tidak ada kompromi bagi mereka. Nabi-nabi palsu itu harus diperangi. Kecuali jika mereka kembali kepada Islam. Yang paling jahat dari nabi palsu tersebut adalah musailamah orang yamamah. Ia sudah mengaku nabi semenjak zaman Rasulullah. Bahkan pernah menulis surat kepada nabi saw: “Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah”. Dalam balasannya nabi memberikan gelar musailamah Al Kadzab atau pembohong Besar. [12]
Kekuasaan yang dijalankan pada masa Abu Bakar sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat sentral, kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah selain menjalankan roda pemerintahan, khalifah juga melaksanakan hukum. Meskipun demikian, sebagaimana yang pernah diajarkan oleh nabi yaitu mengajak para sahabat untuk senantiasa bermusyawarah kepada Allah.[13]
Selain itu, beliau memberikan hak yang sama kepada tokoh-tokoh sahabat untuk membicarakan berbagai macam masalah sebelum ia mengambil keputusan melalui forum musyawarah sebagai lembaga legis latif, hal ini mendorong tokoh sahabat pada khususnya dan umat Islam pada umumnya ikut berpartisipasi aktif untuk melaksanakan berbagai keputusan yang dibuat.[14] Abu Bakar juga sangat bijaksana dalam bidang pemerintahan atau kenegaraan, diantaranya adalah:[15]
a.       Bidang eksekutif
Pendelegasian terhadap tugas-tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah.misalnya, untuk pemerintahan pusat menunjuk Ali Ibn Abi Thalib, Utsman Ibn Affan, dan Zaid Ibn Sabit sebagai sekertaris dan Abu Ubaidah sebagai bendaharawan. Untuk daerah-daerah Islam dibentuk profinsi-profinsi, dan untuk setiap profinsi ditunjuk sebagai amir.
b.      Pertahanan dan keamanan
Dengan cara mengorganisasikan pasukan-pasukan yang ada untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Pasukan itu disebarkan untuk memelihara stabilitas di dalam maupun luar negeri. Di antara panglima yang ada adalah Khalid Ibn Walid, Musannah Ibn Harisah, Amr Ibn Ash, dan Zaid Ibn Sufyan.
c.       Yudikatif
Fungsi kehakiman dilaksanakan oleh Umar Ibn Khattab dan masa pemerintahan Abu Bakar tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Hal ini karena kemampuan dan sifat Umar sendiri dan masyarakat pada masa itu yang dikenal Alim.
d.      Sosial ekonomi
Untuk pranata sosial ekonomi dibentuk sebuah lembaga mirip bait al-mal, di dalamnya dikelola harta benda yang di dapat dari zakat,infaq, sodaqoh, dan lain-lain. pengggunaan harta tersebut digunakan untuk menggaji para pegawai negara untuk kesejahteraan umat sesuai dengan aturan yang ada. Bentuk peradaban yang paling luar biasa serta merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan al-Qur’an.
e.       Proses penghimpunan al-Qur’an pada masa Abu bakar
Setelah Rasulullah wafat, Abu Bakar menjalankan tampuk kepemerintahan, khalifah Abu Bakar banyak menghadapi pristiwa-pristiwa besar terutama pristiwa yang berkenaan dengan orang-orang yang menyeleweng dari ajaran Islam, yang dikenal dengan murtad.
Untuk menghadapi pristiwa demikian, ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkan tentera untuk memerangi orang-orang yang murtad yang dipimpin oleh Musailamah al-Kadzdzab (yang mengaku dirinya Nabi), maka terjadilah peperangan Yamamah pada tahun 12 hijrah. Pada masa pertempurtan tersebut, banyak menelan korban yang diperkirakan tidak kurang dari 70 orang shahabat yang masyhur sebagai huffadz Al-Qur’a>n.
Dengan adanya pristiwa yang tragis itu, membuat Umar bin Khattab menjadi gundah gelisah, dikarenakan kekhawatirannya terhadap gugurnya para shahabat yang hafal Al-Qur’a>n. Pada sisi lain, Umar juga merasa khawatir kalau-kalau terjadi pula peperangan ditempat lain yang lebih dahsyat dan akan mengorbankan lebih banyak lagi para pengahafal Al-Qur’a>n, sehingga Al-Qur’a>n akan hilang dan musnah begitu saja. Adanya kekhawatiran seperti itu, ia datang menemui khalifah Abu Bakar dan mengajukan usulan supaya segera dilaksanakan pengumpulan Al-Quran dalam bentuk kodifikasi (pembukuan) agar ia tetap terpelihara dan terjamin sepanjang masa.
Pada mulanya Abu Bakar merasa ragu untuk menerima gagasan dan saran dari Umar bin Khattab itu. Sebab ini merupakan suatu pekerjaan yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Saw. Akan tetapi, atas pandangan dan pertimbangan-pertimbangan yang diberikan Umar sehingga terbukalah hati kahlifah Abu Bakar menerima usulan yang baik itu. Lalu ia memutuskan bahwa pekerjaan yang monumental itu diserahkannya kepada Zaid bin Tsabit untuk melaksanakannya, mengingat kedudukannya sebagai pendamping setia Rasulullah, juru tulis wahyu yang kenamaan, berakal cerdas dan senantiasa mengikuti pembacaan Al-Quran dari Rasululllah.
Pada mulanya Zaid bin Tsabit merasa ragu dan menolak melaksanakan tugas berat itu, khawatir kalau-kalau terjerumus ke dalam perbuatan yang menyimpang dari ajaran Al-Quran dan sunnah Rasul-Nya, sama halnya dengan Abu Bakar sebelum itu. Akan tetapi, karena terus-menerus dihimbau, diberi dorongan dan semangat oleh para shahabat besar lainnya, terbukalah pintu hatinya untuk menerima tugas yang suci itu.
Akhirnya Zaid bin Tsabit memulai tugas yang berat ini dengan bersandar pada hafalan yang ada dalam hati para huffaz (penghafal Al-Quran) dan menelusuri catatan ayat-ayat yang ada pada para penulis lainnya, di samping mengkompromikan antara hafalan dan catatannya sendiri. Dengan sangat teliti dan penuh kehati-hatian, akhirnya Zaid berhasil menghimpun catatan-catatan yang berserakan itu ke dalam satu naskah yang kemudian disebut dengan “Mushaf Al-Quran”. Setelah selesai mngerjakan pekerjaan berat itu, Zaid menyerahkan mushaf itu kepada khalifah Abu Bakar, yang kemudian mushaf itu dipegang oleh khalifah sendiri hingga wafatnya.
Setelah ia wafat pada tahun 13 hijrah, mushaf al-Qur’a>n yang satu itu selanjutnya dipegang oleh khalifah Umar bin Khattab, dan sepeninggal khalifah Umar  mushaf al-Qur’a>n itu disimpan di rumah salah seorang putrinya yang bernama Siti Hafsah r.a, isteri Nabi Muhammad Saw. Kemudian pada permulaan pemerintahan khalifah Utsman, mushaf itu dimintanya dari tangan Hafasah r.a.
John Burton dalam bukunya yang berjudul The Collection of The Qur’a>n menuliskan kisah yang sama seperti diatas yakni:
“Zaid reports, ‘Abu> Bakr sent for me on the occasion of the deaths of those killed in the Yema>ma wars. I found ‘Umar b. Al khat}t}a>b with him. Abu> Bakr said,”’Umar has just come to me and said, ‘In the Yema>ma fighting death has dealt most severely with the qurra>’ and I fear it will deal with equal severity with them in other theatres of war and as a result much of the Qur’a>n will perish. I am therefore of the opinion that you should command that the Qur’a>n be collected.” Abu> Bakr added,”I said to Umar, How can we do what the Prophet never did? Umar replied that it was nonetheless a good act. He did not cease replying to my scruples until God reconciled me to the undertaking.” Abu> Bakr contineued, “Zaid, you are young and intelligent and we know nothing to your discredit. You used to record the revelations for the prophet, so pursue the Qur’a>n and collect it all toghether.” By God! Had they asked me to remove a mountain it could not have been more weighty than what they would now have me do in ordering me to collect the Qur’a>n. I therefore asked them how they could do what the prophet had not done but Abu> Bakr inisisted that it was permissible. He did not cease replying to my scruples until God reconciled me to the undertaking as he had already reconciled Abu> Bakr and Umar. I thereupon pursued the Qur’a>n collecting it all toghether from palm-branches, flat stones and the memories of men. I found the last verse of su>rat at Taubah in the possession of Abu> Khuzaima al Ans}a>ri>, having found it with no one else, “ There has now come to you...” to the end of the sura. The sheets (s}uh}uf) that Zaid prepared in this manner remained in the keeping of Abu> Bakr. On this death, they passed to Umar who then bequeathed them on his death to his daughter h}afs}a.[16]
Kisah diatas sama halnya yang termuat dalam hadith riwayat Bukhari dari Zaid bin Tsabit. Zaid berkata:
“Abu bakar khalifah yang memerangi Ahli Yamamah menemuiku saat itu ditemani Umar. Abu Bakar Berkata: “Umar menemuiku dan berkata:”sesungguhnya pembunuhan yang tragis terjadi pada peperangan yamamah, banyak jatuh korban dari kalangan ahli baca al-Qur’a>n. Aku khawatir, korban akan semakin banyak lagi pada peperangan yang lain, dan aku khawatir banyak ayat dan surat al-Qur’a>n juga ikut hilang. Dan aku berpendapat agar kamu memerintahkan mengumpulkan al-Qur’a>n.” Aku bertanya kepada Umar: “bagaimana kamu bisa berbuat sesuatu yang belum pernah diperbuat Rasulullah saw?” Umar menjawab: “Demi Allah, ini adalah kebaikan.” Umar tidak henti-hentinya mengajakku (untuk mengumpulkan al-Qur’a>n) sehingga Allah melapangkan dadaku, dan aku berpendapat seperti pendapat Umar.” Zaid selanjutnya berkata, bahwa Abu Bakar berkata:”Kamu adalah pemuda yang berakal, kami tidak meragukan (kemampuan)-mu. Kamu adalah penulis wahyu bagi Rasulullah saw, maka urutkan al-Qur’a>n, dan kumpulkan!” Demi Allah, seandainya mereka memberi beban gunung kepadaku untuk dipindahkan, hal itu tidak lebih berat dari pada disuruh mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’a>n.” Aku bertanya: “ Bagaimana kalian bisa berbuat sesuatu yang belum pernah diperbuat Rasulullah saw?” Abu Bakar berkata:” Demi Allah ini adalah kebaikan.” Abu Bakar tidak henti-hentinya mengajakku (untuk mengumpulkan al-Qur’a>n) sehingga Allah melapangkan dadaku seperti dada Abu Bakar dan Umar. Kemudian aku mengurutkan al-Qur’a>n dan mengumpulkan dari pelepah kurma dan lempengan batu serta mencocokkan dengan orang-orang yang hafal al-Qur’a>n, sampai aku menemukan akhir surat at-Taubah pada Abu Khuzaimah al-Anshari, yang tidak kudapatkan pada sahabat yang lain, yakni ayat: “Laqad ja>’akum Rasu>lun min anfusikum ‘azi>zun ‘alaihima> ‘anittum...” sampai akhir ayat, adapun Shuhuf  (lembaran-lembaran yang dikumpulkan) tersebut disimpan oleh Abu Bakar hingga wafat, kemudian disimpan Umar hingga wafat juga, dan akhirnya disimpan Hafshah, putri Umar. [17]
Selain itu peradaban lainnya pada masa Abu Bakar dalam praktik pemerintahan terbagi menjadi beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
a)      Dalam bidang pranata sosial ekonomi adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial rakyat. Untuk kemaslahatan rakyat ini, beliau mengelola zakat, infaq, dan sodaqoh yang berasal dari kaum Muslim, sebagai sumber dari pendapatan bait al-ma>l.
b)      Praktik pemerintahan khalifah mengenai suksesi kepemimpinan atas inisiatifnya sendiri dengan menunjuk Umar Ibn Khattab untuk menggantikannya.[18]
4.  Abu Bakar Wafat
Abu Bakar meninggal pada tanggal 23 Agustus 634 M dalam usia 63 tahun. Kehalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari (dua tahu tiga bulan sebelas hari). Jenazahnya dimakamkan disamping makam nabi.[19] Pada masa sesingkat itu Abu Bakar dalam pemerintahannya habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh suku-suku bangsa arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintahan Madinah.[20] Abu Bakar berpulang kerahmatullah diwaktu pertempuran sedang berkobar. Baru pada zaman Umar bin Khattab pertempuran itu tampak hasilnya.[21]


B.     PERADABAN ISLAM PADA MASA UMAR BIN KHATTHAB
1.      Biografi Umar Bin Khattab (13-23 H/634-644 M)
Nama lengkapnya, Umar bin Khattab Ibn Nufail Ibn Abdul Al Aziz keturunan dari bani Adi Ibn Ka’ab Ibn Luai. Ibunya adalah Hantamah Binti Hasyim Ibn Al Mughirah dari bani Mahzum Ibn Yaqazah Ibn murrah. Silsilahnya bertemu dengan silsilah Nabi pada Ka’ab, moyang nabi yang kesembilan.[22] Ia termasuk keturunan bangsa quraisy. Umar lahir pada tahun ketiga belas setelah kelahiran Nabi.[23]
Sebelum masuk Islam Umar termasuk golongan kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah masuk Islam. Dia adalah musuh nabi Muhammad yang paling ganas dan kejam, bahkan sangat besar keinginannya untuk membunuh nabi dan para pengikutnya. Akan tetapi setelah dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, enam tahun setelah kerasulan nabi Muhammad saw. Kepribadiannya bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Dia berubah menjadi seseorang yang gigih dan setia membela agama Islam.[24]
2.      Umar Diangkat Menjadi Khalifah
Abu Bakar telah menyaksikan percekcokan yang timbul di kalangan kaum muslimin demi rasulullah berpulang kerahmatullah. Keinginan-keinginan golongan yang bersimpang siur itu nyaris menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Dan beberapa hari sebelum Abu Bakar wafat bala tentara Islam sedang bertempur melawan tentara persia dan romawi. [25]
Pada saat itu Abu Bakar berfikir, bahwa akan timbul perselisihan dikalangan kaum muslimin kalau mereka ditinggalkan demikian saja, tidak ada khalifah yang menggantikannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Abu Bakar hendak menunjuk penggantinya, sesudah memusyawarahkan hal itu dengan kaum muslimin. Dalam musyawarah itu dinyatakan bahwa dia akan menunjuk penggantinya siapa yang mereka sukai. Abu Bakar mengemukakan Umar Ibn Khattab sebagai calon. Dan beliau pula calon yang dikemukakan kaum muslimin. Oleh karena itu, Abu Bakar menunjuk Umar menjadi khalifah. Dan piagam menunjukkan itu ditulisnya sebelum beliau wafat.[26]
Abu Bakar memanggil utsman bin affan untuk menuliskan bahwa Umar adalah pengganti dirinya nanti. Berikut teks pernyataannya:[27]
Bismillahirrahmanirrahim. Ini adalah pernyataan Abu Bakar, Khalifah,Penerus, Kepemimpinan Muhammad Rasulullah s.a.w. saat ia mengakhiri kehidupannya di dunia dan saat ia memulai kehidupannya di akhirat. Dalam keadaan yang dipercayai oleh orang kafir dan ditakuti oleh orang durhaka, sesungguhnya aku mengangkat Umar Ibn Khattab sebagai pemimpin kalian; bahwasannya ia adalah orang baik dan adil. Hal ini sejauh pengetahuan dan penilaian diriku tentang dia. Bilamana ternyata di kemudian hari dia seorang pendurhaka dan zalim, sungguh aku tidak pernah tau akan hal yang bersifat ghaib. Sungguh aku bermaksud baikdan segala sesuatu  tergantung atas apa yang dilakukan:
ÞOn=÷èuyur tûïÏ%©!$# (#þqßJn=sß £r& 5=n=s)ZãB tbqç7Î=s)Ztƒ  
“Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.”(Q.S. As Syu’ara’: 227)[28]

Ketika Umar menjabat khalifah ia naik mimbar dan berpidato:
“Sesungguhnya saya adalah orang yang membaca kalimat-kalimat yang harus kalian percayai. Aku adalah teladan bagi masyarakat Arab Bagi unta yang disumbat hidungnya selalu mengikuti yang menuntunnya ke manapun ia mambawa. Sedangkan aku, demi Tuhan Pemelihara Ka’bah, sungguh akan membawa mereka ke jalan yang lurus.”[29]
Pemilihan Umar sebagai khalifah terlaksana atas penunjukan Abu Bakar. Saat Abu Bakar wafat seluruh arab dan pemerintahan beliau tinggalkan dalam keadaan aman dan tentram. Di samping itu Umar di setiap kata dan perbuatannya selalu mengikuti langkah-langkah rasul, maka dalam periode Umar ini tidak ada masalah yang begitu rumit. Periodenya terkenal dengan pembangunan Islam dan perubahan-perubahan.[30]
3.      Peradaban Islam Pada Masa Umar Ibn Khattab
Paada masa pemerintahannya, Umar bin khattab mengadakan terobosan-terobosan baru yang belum dilakukan oleh pemimpin sebelumnya ataupun menyempurnakan apa yang telah dirintis pendahulunya. Beliau memperkuat armada-armada perangnya untuk menakhlukkan negara-negara tetangga demi kepentingan politik dan perluasan daerah Islam. Hal ini tidak begitu sulit ia lakukan karena ia salah seorang yang sangat berani dalam mengadakan penyerangan-penyerangan, dan sangat pintar dalam hal strategi perang.
Kegiatan ekspansi pada masa khalifah Umar menjadikan wilayah kekuasaan Islam sangat luas, selain semenanjung Arabia juga Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Setelah penakhlukan selama sepuluh tahun kepemimpinan Umar, negara Islam menjadi negara adi kuasa dunia pada saat itu.
Kebijakan atau terobosan yang dilakukan Umar semasa pemerintahannya diberbagai bidang antara lain:
a.       Bidang kemiliteran
Umar menaruh minat yang besar kepada bidang kemiliteran. Ia banyak mendirikan pusat kemiliteran di Madinah, Kufah, Basrah, Mesir, Damaskus, Hems, dan Palestina. Umar juga membuat aturan bahwa Diwan Al Jund (Jawatan militer) berkewajiban menginventarisir dan mengolah administrasi ketentaraan. Dan untuk menjaga keamanan dan ketentraman masyarakat yang diperintahnya dibentuk juga jawatan kepolisian.[31]
b.      Bidang sosial politik
Umar membagi daerah beberapa daerah menjadi delapan propinsi, yaitu Mekkah, Syam, Jazirah, Basrah, Kufah, Mesir, dan palestina. Setiap propinsi diperintah oleh seorang gubenur atau wali. Pemerintahan pada setiap propinsi itu diberi hak otonomi untuk mengurus daerahnya masing-masing. Namun tetap tunduk kepada pemerintahan yang berpusat di Madinah.[32]
c.       Bidang ekonomi
Bait Al-Mal (Baitul Mal) yaitu perbendaharaan negara yang bertanggung jawab atas pengelolahan keuangan. Baitul mal pada masa nabi belum berfungsi secara efektif. Sedangkan pada masa Umar baitul mal difungsikan seefektif mungkin.[33]
Untuk kestabilan sektor ekonomi, ia meningkatkan sumber kas negara yang bersumber dari:[34]
1)      Zakat, harta yang dikeluarkan kaum muslimin sesuai dengan ketentuan syari’ah.
2)      Jizyah, yaitu pajak perlindungan dari warga negara non muslim.
3)      Kharaj, yaitu pajak penghasilan dari tanah pertanian yang ditakhlukan.
4)      Khumus, yaitu harta rampasan orang yang diambil seperlima untuk negara.
5)      Usyur, yaitu pajak dari tanah pertanian milik negara, yang dikelola umat dan pajak terhadap pedagang non muslim di wilayah Islam.
Semua harta tersebut disimpan di Bait Mal yang dipergunakan untuk administrasi negara dan perang, barulah sisanya dibagikan sesuai dengan ketentuan.
d.      Bidang pengadilan
Tentang pengadilan, Umar mempercayakan kepada Qadli (hakim). Qadli yang memutuskan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat. Di Bashrah ia mengangkat Syuraih, di Kufah Abu Musa Al Asy’ari dan tempat-tempat lainnya. Untuk memantau keadilan dilaksanakan atau tidak Umar membentuk mata-mata/ intelegen yakni Muhammad bin Salamah. Dan dalam memutuskan suatu perkara Umar menyuruh para hakim untuk memutuskan perkara berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi apabila tidak ada pada dua sumber itu ketentuan hukumnya Umar menyuruh berijtihad atau menangguhkan hukumannya, penangguhan itu dianggap lebih baik.[35]
e.       Bidang pertanian
Dalam bidang pertanian Umar membangun kanal-kanal irigasi, sumur-sumur dan tangki di wilayah kekuasaannya yang luas. Ia membentuk departemen kesejahteraan rakyat, yang mengawasi pekerjaan pembangunan dan melanjutkan rencana-rencana. Sejumlah kanal (terusan) dibangun di Khuzistan dan Ahwas, sebuah kanal yang bernama “Nahr Amirul Mukminin” yang menghubungkan sungai Nil dan Laut Merah dibangun untuk menjamin pengangkutan padi dari Mesir ke tanah suci.[36]
f.        Bidang pendidikan dan penyebaran Islam
Kebijakan Umar dalam bidang pendidikan adalah bahwa ia membangun sarana pendidikan dan jawatan agama yang menyangkut penyebaran Islam, menghimpun dan mengajarkan Al-Qur’an, pengiriman sahabat-sahabat ketempat jauh, menyuruh para sahabat untuk mengajarkan hadis dan fiqih, mengadakan Ijma’ tentang masalah agama, pengangkatan Imam dan Muazzin. Menentukan kafilah haji, pembangunan masjid nabawi dan masjidil Haram serta pengaturan penerangan masjid dan pengaturan penutup lantai. Adapun kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan Umar seperti pemakaian kalender hijriyah, pengaturan hak-hak dzimmi (warga negara non muslim), penghentian perbudakan dll.[37]
g.      Asal-mula penetapan proses tahun Hijriyah.
Khalifah Umar menghadapi permasalahan baru yakni masalah kalender. Surat-surat yang diterimanya dari para gubenur dan panglima-panglimanya tanggal bulannya memang tertulis, akan tetapi tanpa adanya tahun. Kaum muslimim waktu itu belum membuat kalender. Hal ini sangat mengganggu Umar. Kemudian Umar meminta pendapat sahabat-sahabat Nabi mengenai kalender yang akan dapat dipakai dalam menulisakan waktu. Maka pendapat yang disampaikan kepadanya ialah supaya mengambil tahun ketika Nabi s.a.w, Hijrah dari Makkah ke Madinah sebagai awal tahun Islam. Dan pilihan tahun ini cocok sekali, kemudian disetujui oleh para sahabat yang lain. [38]

Pada tahun ke-17 dari hijrah Nabi (638 M), khalifah Umar bin Khattab menerima usulan Ali bin Abi Thalib untuk menentukan penanggalan Islam dengan memilih peristiwa hijrah sebagai patokan penentuan dari sebuah penanggalan yang kemudian dikenal dengan penanggalan Hijriyah. Ketika Umar menjadi Khalifah, gubernur Bashrah yaitu Abu Musa al- Asy’ari menanyakan surat-surat penting Umar yang hanya menyantumkan tanggal dan bulannya, tidak menyantumkan tahunnya. Umar lalu mengundang Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Sa’ad bin Abi Waqqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam dan Abdurrahman bin ‘Auf. Semua mengusulkan patokan awal tahun Hijriyah dan semua sepakat menerima usulan Ali bin Abi Thalib.[39]
Sama dengan penanggalan Masehi, penanggalan Hijriyah memiliki batasan tujuh hari dalam seminggu dan dua belas bulan dalam setahun (rujuk surat at-Taubah ayat 36). Bedanya, bila penanggalan Masehi memulai pergantian tanggal pas pukul 24.00, maka penanggalan Hijriyah menentukan awal pergantian tanggal/awal hari dengan terbenamnya matahari. Pergantian bulan dalam kalender Masehi ditandai dengan peredaran matahari (30-31 hari), maka dinamailah dalam wacana Islam dengan penanggaalan Syamsiyah. Adapun penanggalan hijriyah ditandai dengan peredaran bulan (29-30 hari) dan dinamailah dengan penanggalan Qamariyah.
Nama-nama bulan dalam penanggalan Hijriyah sama dengan nama-nama bulan yang dikenal sebelum kedatangan Islam atau sebelum penentuan kalender Hijriyah. Hanya saja, saat itu belum ditentukan nama dan angka tahunnya. Kelahiran Nabi SAW dinamai tahun gajah, sesuai dengan peristiwa dahsyat yang terjadi di tahun itu, yaitu penyerangan Mekah oleh Abrahah, Gubernur Abissinia yang berniat mengkristenkan Mekah yang saat itu menjadi pusat ibadah haji warga jazirah Arab. Ibadah haji, di matanya adalah sumber pemasukan di bidang ekonomi bagi Abissinia. Peristiwa penyerangan Mekah diabadikan dalam Alquran surat al- Fiil ayat 1-4.
Bulan pertama Muharram, artinya diharamkan. Pada bulan itu, orang-orang Arab sepakat tentang diharamkannya perang. Bulan kedua Shafar artinya kosong. Dinamai Shafar karena pada bulan itu semua laki-laki Arab keluar rumah untuk merantau, berdagang atau berperang. Bulan ketiga Rabi’ al-Awwal, artinya bulan menetap yang pertama, maksudnya para laki-laki itu kembali menetap di kampung masing-masing setelah merantau, berdagang atau berperang. Bulan keempat Rabi’ al-Akhir artinya saat kembali yang kedua/terakhir. Bulan kelima Jumadi al-Awwal, Jumadi artinya kering, maksudnya bulan ini adalah bulan pertama dan awal terjadinya musim kering. Bulan keenam, Jumadi al- Tsani yang artinya bulan kering yang kedua atau penghabisan.
Bulan ketujuh Rajab, artinya mulia. Di bulan ini diharamkan perperang karena dianggap sebagai bulan yang mulia. Bulan kedelapan Sya’ban, artinya berkelompok. Lazimnya, pada bulan ini orang-orang Arab berkelompok untuk mencari nafkah. Bulan kesembilan Ramadan yang artinya panas karena bulan ini dikenal sangat panas. Bulan kesepuluh Syawal yang artinya kebahagiaan atau peningkatan. Bulan kesebelas Dzul Qa’dah yang artinya bulan duduk dan istirahat. Kaum laki-laki, di bulan ini menikmati saat-saat santai dan tidak bekerja. Bulan kedua-belas Dzul Hijjah, artinya bulan di mana semua penduduk Jazirah Arab melakukan kunjungan ke Mekah melaksanakan ibadah haji sesuai dengan ritual dan agama masing-masing.[40]
Oleh karena itu Khalifah Umar juga berperan penting tentang asal-mula proses tahun Hijriyah. Dikarenakan penetapan kalender Hijriyah dilakukan pada jaman Khalifah Umar bin Khatab, yang menetapkan peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekah ke Madinah.
4.      Umar Wafat
Pada akhir kepemimpinannya, Umar dibunuh oleh Abu Lu’lu’. Abu Lu’lu’ ini seorang bangsa persia, dia ditawan oleh tentara Islam di Nahawand, dan kemudian menjadi hamba sahaya dari Mughirah Ibnu Syu’bah.[41] Hal ini dilatarbelakangi oleh pemecatan Umar pada Mughirah Ibn Syu’bah sebagai gubenur Kuffah. Karena Mughirah melakukan pembocoran kerahasiaan negara dan penghianatan secara sembunyi-sembunyi dengan membentuk kelompok sendiri.[42]
Pada memerintahannya, Umar Ibn Khattab telah merobohkan kerajaan Persia dan melenyapkan kekuasaan mereka. Karena itu lapisan atas dari bangsa persia beserta pendukung-pendukungnya menaruh dendam terhadap Umar, dan berniat hendak membunuh beliau. Abu Lu’lu’ telah berhasil menyusup kedalam masjid, diwaktu Umar hendak shalat Subuh. Maka ditikamnyalah Khalifah beberapa kali oleh Abu Lu’lu’[43]
Dalam sebuah riwayat dikatakan, ketika terjadi penikaman itu, barisan shalat menjadi kacau karena berusaha menangkap Feroz, akan tetapi ia semakin membabi buta dan menikan setiap orang yang berusaha mendekatinya. Kemudian ia menikam dirinya sendiri dan mati ditempat itu.[44]
Menjelang wafat, untuk suksesi kehalifahan Umar menugaskan kepada 6 orang sahabat yaitu: Abdurrahman Ibn Auf, Thalhah, Zubair, Utsman Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, dan Sa’ad Ibn Abi Waqash yang diketuai oleh Abdurrahman, dan ditambah satu lagi yaitu abdullah Ibn Umar, namun ia tidak punya hak untuk dipilih menjadi khalifah.[45]  Setelah melakukan voting, maka terpilihlah Utsman Ibn Affan sebagai khalifah pengganti Umar. Dalam sejarah Islam itulah panitia pemilihan khalifah pertama kali.[46]



BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Abu Bakar  dalam pemerintahannya habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri diantaranya yakni kabilah-kabilah yang merasa tidak terikat lagi dengan politik Madinah sehubungan dengan telah wafatnya Rasulullah, munculnya Nabi-nabi palsu, munculnya orang-orang murtad, dan banyaknya orang yang tidak mau membayar zakat.
Abu Bakar juga sangat bijaksana dalam bidang pemerintahan atau kenegaraan, diantaranya adalah: (1)Bidang eksekutif, (2)Pertahanan dan keamanan, (3)Yudikatif, dan (4)Sosial ekonomi. Bentuk peradaban yang paling luar biasa serta merupakan satu kerja besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu Bakar adalah penghimpunan al-Qur’an.
2.      Umar bin Khaththab sebagai khalifah atas penunjukan Abu Bakar sebelum beliau wafat. Paada masa pemerintahannya, mengadakan terobosan-terobosan baru diberbagai bidang antara yakni bidang kemiliteran, bidang sosial politik, bidang ekonomi, bidang pengadilan, bidang pertanian, bidang pendidikan dan penyebaran Islam. Akan tetapi pada masa khalifah Umar beliau memberikan kontribusi yang sangat besar yakni berhasil menetapkan kalender hijriyah dan mengadakan perluasan daerah diantaranya kegiatan ekspansi pada masa khalifah Umar menjadikan wilayah kekuasaan Islam sangat luas, selain semenanjung Arabia juga Palestina, Syiria, Irak, Persia, dan Mesir. Setelah penakhlukan selama sepuluh tahun kepemimpinan Umar, negara Islam menjadi negara adi kuasa dunia pada saat itu sehingga umat Islam mempunyai kemajuan yang sangat pesat.




DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil. Hundred Great Muslims, Trj.P.Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1992.
al -Suyu>ti>, Al Hafidz Jalaluddin. Tarikh al Khulafa’.Beirut: Dar al Fikr,1394.
Arroisi, Abdurrahman. Islam Pergolakan dan Pembangunan. Jakarta: PT.Bina Ilmu Offset, 1987.
Ar-Rumi, Fahd bin Abdurrahman. Ulumul Qur’an. Terj.Amirul Hasan. Yogyakarta: Titian Ilahi,1996.
Burton, John. The Collection of The Qur’a>n. London: Cambridge University press. 1977.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: PT.Kumudasmoro Grafindo, 1994.
Fu’ad, Ah.Zakki. Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, Reflektif dan filosofis. Surabaya: CV.Indo Pramaha, 2012.
Hitti, Philip K. History of The Arab. London: The Macmillian Press, 1974.
Ibrahim Hasan, Hasan.Sejarah Kebudayaan Islam, terj.H.A Bahauddin Cet.1. Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
Karim, M.Abdul. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos,1997.
Nu’man, Syibil. Umar yang Agung, Trj.Kardjo. Bandung: Pustaka,1991.
Purnama, Tata septayuda. Khazanah Peradaban Islam. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011.
Supriyadi, Dedy. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka setia, 2008.
Syaefudin,et al, Machfud. Dinamika Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.
Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam I. Trj.Mukhtar Yahya. Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru,2003.
Tamam, Asep M. Di Gerbang Tahun Baru Hijriyah, dalam http://www. iaic.ac.id/article/di-gerbang-tahun-baru-hijriyah (9 Oktober 2013)
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008.


[1] Ali Mufrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab (Jakarta: Logos,1997), 47.
[2] Dedy Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka setia, 2008), 67.
[3] Hasan Ibrahim Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, terj.H.A Bahauddin Cet.1 (Jakarta: Kalam Mulia,2001), 394.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Semarang: PT.Kumudasmoro Grafindo, 1994), 285.
[5] Ibid.
[6] Hasan, Sejarah Kebudayaan, 395-396.
[7]  Hasan , Sejarah Kebudayaan, 396-397.
[8] A.Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam 1, Terj. Mukhtar (Jakarta: PT.Pustaka Al Husna Baru,2003), 196.
[9] Abdurrahman Arroisi, Islam Pergolakan dan Pembangunan (Jakarta: PT.Bina Ilmu Offset, 1987), 170
[10] Ah.Zakki Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, Reflektif dan filosofis (Surabaya: CV.Indo Pramaha,2012), 44.
[11] Arroisi, Islam Pergolakan, 170-171.
[12]  Ibid., 172.
[13] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2008), 36.
[14]  Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, 72.
[15] Machfud Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013), 35-36.
[16] John Burton, The Collection of The Qur’a>n (London: Cambridge University press, 1977),  118-119.
[17] Fahd bin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an. Terj.Amirul Hasan  (Yogyakarta: Titian Ilahi,1996), 114-115.
[18]Tata Septayuda Purnama, Khazanah Peradaban Islam (Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011),  65.
[19] Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, Trj.P.Firdaus (Jakarta: Pustaka Firdaus,1992), 11.
[20] Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, 34.
[21] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 202.
[22] Al Hafidz Jalaluddin as-Suyuti, Tarikh al Khulafa’ (Beirut: Dar al Fikr,1394), 101.
[23] Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 44.
[24] Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, 37.
[25] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 203
[26] Ibid., 204.
[27] Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, 409-410.
[28] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 590.
[29] Hasan, Sejarah Kebudayaan Islam, 410.
[30] M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007), 87.
[31] Syibil Nu’man, Umar yang Agung, Trj.Kardjo (Bandung: Pustaka,1991), 370-393.
[32] Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam: Paradigma teks, 59.
[33] Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 60-61.
[34] Ibid., 61-62.
[35] Ibid., 62.
[36] Ibid.,  63.
[37] Ibid.,  63-64.
[38] Taha Husain, Dua Tokoh Besar dalam Sejarah Islam Abu Bakar dan Umar. Terj.Ali Audah (Jakarta: Pustaka Jaya, 1986),  177.
[39] Asep M Tamam, Di Gerbang Tahun Baru Hijriyah, dalam
[40] Asep M Tamam, Di Gerbang Tahun Baru Hijriyah, dalam
[41] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan Islam I, 264.
[42] Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban Islam, 37-38.
[43] Syalabi, Sejarah dan Kebudayaan, 264.
[44] Fu’ad, Sejarah Peradaban Islam, 49.
[45] Syaefudin,et.al, Dinamika Peradaban, 38.
[46] Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, 88.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar